FORESTRY

Ganti Rugi Tegakan


Dasar Hukum:

  1. Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 1998 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Kehutanan dan Perkebunan,
  2. Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 1999 tentang Perubahan Pertama Atas Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 1998 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan pajak Yang Berlaku Pada Departemen Kehutanan dan Perkebunan,
  3. Peraturan Pemerintah No. 92 Tahun 1999 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 1998 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan pajak Yang Berlaku Pada Departemen Kehutanan dan Perkebunan,
  4. Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2002 tentang Dana Reboisasi
  5. Permenhut No. P.55/Menhut-II/2006 jis Permenhut no. P.63/Menhut-II/2006 jis Permenhut No. P.8/Menhut-II/2009 jis Permenhut no. P.45/Menhut-II/2009 tentang Penatausahaan Hutan Yang Berasal Dari Hutan
  6. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.18/Menhut-II/2007 tanggal 22 Mei 2007, tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Pengenaan, Pemungutan dan Pembayaran Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi
  7. Permenhut No.P.14/Menhut-II/2011 tentang Izin Pemanfaatan Kayu
  8. Permenhut No. P.65/Menhut-II/2009 tentang Standard Biaya Produksi Pemanfaatan Kayu Pada Izin Pemanfaatan Kayu Dan Atau Penyiapan Lahan Dalam Rangka Pembangunan Hutan Tanaman
  9. Permendag No. 8/M-DAG/PER/2/2007 tentang Penetapan Harga Patokan Untuk Perhitungan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) Kayu dan Bukan Kayu

Ganti rugi tegakan atau penggantian nilai tegakan adalah salah satu kewajiban selain PSDH dan DR yang harus dibayar kepada negara akibat dari izin pemanfaatan kayu, penggunaan kawasan hutan melalui izin pinjam pakai, kegiatan penyiapan lahan dalam pembangunan hutan tanaman, dan dari areal kawasan hutan yang telah dilepas dan dibebani HGU yang masih terdapat hasil hutan kayu dari pohon yang tumbuh secara alami sebelum terbitnya HGU. Nilai tegakan adalah harga yang dibayar berdasarkan Laporan Hasil Produksi (LHP).

Ganti rugi tegakan (GR) hanya dikenakan pada hutan negara dan bukan hutan hak. Wajib bayar ganti rugi tegakan ada 2 (dua) yaitu pemegang Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) dan pemegang IUPHHK-HT dalam kegiatan penyiapan lahan di hutan alam.

Proses pemungutan ganti rugi tegakan adalah sebagai berikut:

  1. Pemegang IPK/IUPHHK-HT setelah melakukan penebangan dan pembagian batang di TPn, melakukan penomoran pada batang serta pengukuan dan pengujian untuk mengetahui jenis, dimensi dan volume kayu.
  2. Penomoran batang harus sesuai dengan nomor pohon pada Laporan Hasil Cruising (LHC).
  3. Hasil pengukuran tersebut dimasukkan ke dalam Buku Ukur.
  4. Petugas pembuat LHP pemegang IPK/IUPHHK-HT membuat LHP sesuai dengan data pada buku ukur sekurang-kurangnya dua kali dalam sebulan.
  5. LHP kemudian disahkan oleh P2LHP.
  6. Berdasarkan LHP yang disahkan tersebut, pejabat penagih menerbitkan Surat Perintah Pembayaran Ganti Rugi (SPP GR) kepada IPK/IUPHHK-HT.
  7. Wajib bayar membayar SPP GR kepada rekening Bendaharawan Penerima Setoran Ganti Rugi Nilai Tegakan pada Bank Mandiri Jakarta.

Jadi pembayaran ganti rugi tegakan dilakukan setelah LHP disahkan dan sebelum diterbitkannya SKSKB oleh P2SKSKB.

Penghitungan ganti rugi tegakan merupakan pengurangan harga patokan oleh akumulasi nilai PSDH, DR dan biaya produksi dikalikan dengan volume kayu yang ditebang. Ada 6 (enam) parameter yang dipakai untuk menentukan besarnya ganti rugi tegakan yaitu kelompok jenis kayu yang ditebang, tarif PSDH/DR yang telah ditetapkan oleh pemerintah, harga patokan PSDH, standar biaya produksi, wilayah tempat kayu ditebang dan volume kayu itu sendiri.

Secara garis besar ada 4 (empat) kelompok jenis kayu yang dipakai sebagai dasar perhitungan iuran kehutanan yaitu meranti, rimba campuran, kayu indah dan kayu mewah. Keempat kelompok jenis inilah yang seharusnya tercantum dalam dokumen SKSKB dan FAKB, agar data konsisten dengan LHP dan memudahkan lacak balak. Rincian jenis-jenis kayu mana yang masuk ke dalam keempat kelompok jenis tersebut dapat dilihat pada Kepmenhut No. 163/Menhut-II/2003.

Perhitungan nilai PSDH merupakan perkalian antara tarif PSDH dengan harga patokan PSDH dan volume kayu. Hampir semua kelompok jenis kayu dalam berbagai kelompok wilayah memiliki tarif PSDH 10%. Detail tariff PSDH terbaru dapat dilihat pada Peraturan Pemerintah No. 92 Tahun 1999 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 1998 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan pajak Yang Berlaku Pada Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Adapun harga patokan PSDH dapat dilihat pada Permendag No. 8/M-DAG/PER/2/2007.

Tarif DR ditentukan berdasarkan kelompok jenis kayu dan willayah tempat kayu ditebang Satuan mata uang yang dipakai dalam menentukan besarnya DR adalah dolar Amerika. Besarnya tarif DR dapat dilihat pada Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2002.

Standar Biaya Produksi diatur dalam Permenhut No. P.65/Menhut-II/2009 tentang Standard Biaya Produksi Pemanfaatan Kayu Pada Izin Pemanfaatan Kayu Dan Atau Penyiapan Lahan Dalam Rangka Pembangunan Hutan Tanaman. Berikut adalah tabel biaya produksi yang disarikan dari Permenhut P.65/Menhut-II/2009 dengan modifikasi:

No. Wilayah Satuan Biaya Produksi Pada IPK/Areal Pinjam Pakai/APL Biaya Produksi Pada Penyiapan Lahan di Hutan Alam Untuk Membangun Hutan Tanaman (IUPHHK-HT)
1. ISumatera, Jawa, NTB, NTT M3   Rp 251.550  Rp 270.200
2. IIKalimantan, Sulawesi M3 Rp 310.050 Rp 330.200
3. IIIMaluku M3 Rp 355.550 Rp 382.200
4. IVPapua M3 Rp 395.200 Rp 424.900

28 komentar di “Ganti Rugi Tegakan

  1. Asslm Bu neny, sy mau nanya apakah semua jenis kayu biaya produksinya sama?. contoh di daerah papua untuk jenis merbau harga patokannya Rp 1.500.000 – ( psdh Rp 150000- DR 65.000- biaya prod. Rp 395.200)= Rp 889.800 (GR)
    Cnth lain kel. Meranti harga patokannya Rp 504.000-(psdh Rp 50.400-DR Rp 65.000-Biaya Prodksi Rp 395.200)=Rp (6.600). hitungan yang benarnya bagaimana bu. makasih atas bantuannya.

    Suka

    • Waalaikumus salam wr.

      Maaf lama meresponnya.
      Biaya produksi berbeda-beda dibagi per wilayah yang terdiri dari wil. I, II, III dan IV. Selengkapnya dapat dilihat pada Permenhut P.65/Menhut-II/2009.
      Hitungan sudah benar dengan CATATAN: NILAI KURS DOLLAR AMERIKA SESUAI DG YG DITETAPKAN Bank Indonesia pada saat pembayaran.

      Semoga bermanfaat.
      Terima kasih sudah datang ke blog saya.

      Salam
      Neny

      Suka

    • Untuk areal kawasan hutan yang telah dilepas dan dibebani HGU, biaya produksi di wilayah Papua sebesar Rp 395.200/m3. Untuk referensi selengkapnya silahkan membaca Permenhut P.14/Menhut-II/2014 jo Permenhut P.20/Menhut-II/2013 tentang IPK dan Permenhut P.21/Menhut-II/2013 tentang Standar Biaya Produksi Pemanfaatan Kayu pada IPK.

      Salam
      Neny

      Suka

  2. salam mbak Nenny,
    menambah pertanyaan sebelumnya, pada PP No. 12 tahun 2014 halaman 11 point X (ganti Rugi Tegakan) & XI (Pengganti Nilai Tegakan) itu aplikasinya bagai mana ya? soalnya bikin bingung orang awam kaya saya he he…
    Jazakillah khoir

    Suka

    • Sepanjang pengetahuan saya ganti rugi tegakan sama dengan penggantian nilai tegakan. Di Ketentuan Umum P.14/Menhut-II/2011 definisi yang disebut-sebut adalah PNT. Namun di lampirannya SPP penggantian nilai tegakan disebutnya SPP GR. Yang menjadi wajib bayar adalah pemegang IPK, pemegang IPPKH, pemilik pohon yang tumbuh alami pada lahan milik yang berasal APL, pemilik pohon pada HGU hasil pelepasan kawasan hutan produksi yang dikonversi, pemegang IPK pada areal tukar menukar kawasan.

      Suka

    • Penggantian nilai tegakan adalah salah satu kewajiban selain PSDH dan DR yang harus dibayar kepada negara akibat dari izin pemanfaatan kayu, penggunaan kawasan hutan melalui izin pinjam pakai, dan dari areal kawasan hutan yang telah dilepas dan dibebani HGU yang masih terdapat hasil hutan kayu dari pohon yang tumbuh secara alami sebelum terbitnya HGU. Ini definisi PNT dalam Permenhut P.20/Menhut-II/2013. Jadi jika jati dan sonokeling hasil gerhan berada pada areal IPK (Izin Pemanfaatan Kayu) wajib dibayarkan PNT-nya.

      Salam
      Neny

      Suka

    • Harga patokan yang baru sebagaimana disebut dalam PP 12 Tahun 2014 ditetapkan melalui Permenhut, bukan lagi Permendag. Sekarang sedang digodok, jadi ditunggu ya. Di PP 12 2014 memang nilai PNT rumusnya demikian.

      Suka

  3. Untuk proses perizinan IPK perlu disetorkan Bank Garansi, pada proses perizinan sebelumnya yang disetorkan adalah bank garansi PSDH dan DR saja. Untuk sekarang setelah ada ketentuan tentang Penggantian Nilai Tegakan (PNT dibayar berdasarkan LHP sebesar 100 % harga patokan sesuai PP 12 tahun 2014) apakah harus dibayarkan Bank Garansi PNT. Kalau memang harus dibayarkan Bank Garansi PNT apakah ada dasar hukum atau peraturan terkaitnya, terima kasih

    Suka

    • Bank Garansi sekarang ada yang harus dibayar 100%. Kewajiban IPK membayar PSDH, DR dan PNT, sehingga nilai Bank Garansi sebesar nilai PSDH, DR dan PNT. Karena filosofinya bank garansi untuk jaga-jaga agar pemegang izin bisa lunas/selesai membayar iuran kehutanan. Peraturan terkait IPK di Permenhut P.14/Menhut-II/2011 jo Permenhut P.20/Menhut-II/2013, Permenhut P.21/Menhut-II/2013.

      Suka

      • tetapi kenapa ya di P58/menhut-II/2009 disebutkan perusahaan menyetor bank garansi PSDH – DR dan membuat pernyataan kesanggupan untuk membayar PNT, dan PNT dibayarkan sesuai LHP yang telah disahkan. Bukankan di sini menunjukkan bahwa Bank Garansi menjamin PSDH DR dan untuk PTN dijamin dengan pernyataan tersebut. karena dalam peraturan selanjutnya tidak ditulis jelas bahwa Bank Garansi untuk PSDH – DR – PNT. Hal ini membuat kerancuan apalagi nilai PNT 100 % harga Patokan. Pada kasus ini di Prov Kalteng ditarik BG untu PNT sementara di provinsi lain tidak dilakukan….
        salam kenal…..Setyo BDH’99

        Suka

  4. Permenhut P.58/Menhut-II/2009 sudah dicabut sejak terbitnya P.14/Menhut-II/2011, kecuali berlaku untuk ketentuan peralihan.

    Salam kenal juga ya Neny Triana MH’96 🙂

    Suka

  5. Mbak Nenny….ada putusan MA yang menggugurkan beberapa pasal dalam P.20 dan P.14 tentang IPK terkait dengan PNT. dari putusan MA (November 2013) untuk uji materi P.20 dan P.14 bahwa PNT gugur dan tidak mengikat karena tidak ada dasar hukum yang jelas (undang Undang atau PP diatasnya tentang PNBP belum ada yang memasukkan PNT sebagai PNBP), dan memerintahkan Menhut untuk mencabut beberapa pasal dalam P.20 tersebut. setelah itu keluar PP 12 tahun 2014 yang memasukkan PNT sebagai PNBP, dan informasinya GAPKI kembali mengajukan Uji Materi PP 12 ke MA lagi. Jadi sekarang kita masih menunda pembayaran PNT. Bagaimana menurut Mbak Nenny perihal ini

    Suka

    • Karena putusan MA keluar lebih dahulu (pembatalan PNT pada HGU) sebelum PP 12 tahun 2014, sebaiknya dikonsultasikan dengan Kemenhut Pusat saja. Ilmu hukum saya belum memadai untuk menganalisis 🙂 Tapi PNT untuk obyek yang lain tetap ditarik. Nanti bagi-bagi info ya, bila udah dijawab sama Pusat 🙂

      Suka

  6. Setelah Putusan tersebut keluar maka pembayaran PNT pada HGU dan IPK dari Pelepasan dipending dahulu. Kita sudah konsultasikan juga sama pejabat penagihnya bahwa penerbitan PNT dipending dulu. Tetapi pada saat kita proses perpanjangan ijin IPK di dinas Provinsi/Kabupaten disarankan oleh kepala dinas tetap dibayarkan Bank Garansi PNT nya sesuai PP 12 (nilainya sangat fantastis yaitu 100 % harga patokan) dan setelah juknis/juklak yang jelas mengatur hal tsb sudah ada, kalau memang tidak perlu PNT maka BG tersebut bisa ditarik kembali.
    Ada Permenhut baru Nomor P.41/Menhut-II/2014 tanggal 10 Juni 2014 tentang Penatausahaan hasil hutan kayu yang berasal dari hutan alam dan P.42/Menhut-II/2014 tentang penatausahaan hasil hutan kayu yang berasal dari hutan tanaman pada hutan produksi. Dari telaah mbak Nenny ada hal prinsip yang berubah tidak ya….terkait LHP, penerbitan LHP, Pengesahaannya P2LHP, tata cara pengangkatan pembuat LHP dan P2LHP, serta kewajiban pembayaran PNT nya. terima kasih untuk sharing dan konsultasinya……

    Suka

  7. “Penghitungan ganti rugi tegakan merupakan pengurangan harga patokan oleh akumulasi nilai PSDH, DR dan biaya produksi dikalikan dengan volume kayu yang ditebang.” Hal ini sudah tidak berlaku lagi ya Bu ? Jadi rumus 100% x Harga Patokan sudah pasti berlaku Bu ? Wah…mahal sekali ya… apakah dasar hukumnya cuma pp 12 tahun 2014 dan apakah ada referensi lainnya ? Terima kasih.

    Suka

    • Benar, Mas. Sejak PP 12 2014 berlaku, perhitungan ganti rugi tegakan “100% x harga patokan”. Berdasarkan SE.3/Menhut-VI/BIKPHH/2014; harga patokan yang dipakai masih Permendag No. 12 jo. No. 22 tahun 2014. SE.3/Menhut-VI/BIKPHH/2014 bisa diunduh di web dephut. Terima kasih 🙂

      Suka

  8. Bu Neny, sejak diundangkannya P.68 Menhut Tgl. 18 sep 2014 mengenai penetapan harga patokan untuk perhitungan PSDH,GRTT dan PNT, apakah Permenhut No. 52 Tgl. 22 Agt 2014 masih berlaku untuk pungutan PNT bagi pemegang IUPHHK HT dan kalau iya, harga patokan yang dipakai versi Memperdag No.22 atau Menhut P.68?
    Salam.

    Suka

    • Permenhut P.52/Menhut-II/2014 mengatur tata cara pemungutan PSDH, DR, GRT dan PNT. Karena harga patokan yang direlease oleh Kementerian Kehutanan sudah terbit, maka harga patokan yang dipakai untuk mengitung PSDH, DR, GRT dan PNT adalah Permenhut P.68/Menhut-II/2014. Dan Permenhut P.52/Menhut-II/2014 tetap berlaku.

      Salam
      Neny

      Suka

  9. Mbk irna saya mau bertanya dokumen apa yang di gunakan jenis kayu galam aapakah di benarkan apabila membawa kayu jenis tersebut tanpa di lengkapi dokumen…trims..

    Suka

Tinggalkan komentar