FORESTRY

Industri Pengolahan Hasil Hutan


Peran industri kehutanan menjadi begitu penting, sehingga menjadi salah satu tolok ukur seberapa besar kontribusi kehutanan dalam pembangunan ekonomi nasional. Oleh karena itu, salah satu kebijakan prioritas Bidang Kehutanan dalam Program Pembangunan Nasional Kabinet Indonesia Bersatu II adalah “Revitalisasi Pemanfaatan Hutan dan Industri Kehutanan” (Permenhut No.70/Menhut- II/2009 tanggal 7 Desember 2009).

Dalam Peraturan Menteri Perindustrian No. 41/M-IND/PER/6/2008 Pasal 1 Ayat 1 disebutkan bahwa industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi dan atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, industri adalah kegiatan memproses atau mengolah barang dengan menggunakan sarana dan peralatan, misalnya mesin. Dari dua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam industri harus ada proses pengolahan atau peningkatan nilai tambah (value added) suatu barang.

Pengertian industri jelas berbeda dengan perdagangan. Perdagangan yaitu kegiatan usaha jual beli barang atau jasa yang dilakukan secara terus menerus dengan tujuan pengalihan hak atas barang dan atau jasa dengan disertai imbalan atau kompensasi (Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 589/MPP/Kep/10/1999).

Dalam konteks izin bidang industri, izin industri terbagi menjadi 3 (tiga): 1.) Izin Usaha Industri selanjutnya disebut IUI, 2.) Izin Perluasan dan 3.) Tanda Daftar Industri selanjutnya disebut TDI. Izin bidang industri diberikan kepada perusahaan industri oleh menteri, bupati atau gubernur atau pejabat yang ditunjuk oleh menteri atau gubernur atau bupati dengan tetap tunduk kepada ketentuan tentang bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan tertentu bagi penanaman modal.

IUI merupakan perusahaan industri dengan nilai investasi peruasahaan seluruhnya di atas Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Sedangkan izin perluasan adalah izin yang diberikan kepada perusahaan industri untuk memperluas kapasitas produksi lebih dari 30% dari yang telah diizinkan.

TDI adalah perusahaan industri yang nilai investasi perusahaan seluruhnya sampai dengan Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. TDI diberikan kepada industri kecil dengan ketentuan: 1.) Sampai dengan Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, tidak wajib memiliki TDI, kecuali perusahaan yang bersangkutan menghendaki TDI dan 2.) Di atas Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) sampai dengan Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, wajib memiliki TDI.

Definisi IUI dan TDI di atas juga diadop ke dalam Lampiran III Perdirjen BUK No. P.8/VI-BPPHH/2011 tanggal 30 Desember 2011 tentang Standar dan Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu: 1.) TDI adalah izin usaha industri pengolahan kayu lanjutan yang memiliki nilai nvestasi perusahaan seluruhnya sampai dengan Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, 2.) IUI adalah izin usaha industry pengolahan kayu lanjutan yang memiliki nilai investasi perusahaan seluruhnya di atas Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

Jenis industri merupakan bagian dari cabang industri yang mempunyai ciri khusus yang sama dan atau hasilnya bersifat akhir dalam proses produksi, yang ditetapkan sesuai klasifikasi dalam Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia. Berikut adalah Jenis-jenis industri hasil hutan dan perkebunan sebagaimana terlampir dalam Lampiran II Peraturan Menteri Perindustrian No. 64/M-IND/7/2011:

  1. Industri pengawetan kayu
  2. Industri pengolahan rotan
  3. Industri panel kayu lainnya
  4. Industri bahan bangunan dari kayu
  5. Industri bangunan prafabrikasi dari kayu
  6. Industri wadah dari kayu
  7. Industri anyaman dari rotan dan bambu
  8. Industri anyaman dari tanaman bukan rotan dan bambu (untuk selain yang memiliki kekayaan khas khasanah budaya daerah, nilai seni yang menggunakan bahan baku alamiah maupun imitasi)
  9. Industri kerajinan ukiran dari kayu bukan mebeller (untuk selain yang memiliki kekayaan khas khasanah budaya daerah, nilai seni yang menggunakan bahan baku alamiah maupun imitasi)
  10. Industri alat-alat dapur dari kayu, rotan dan bambu (untuk yang selain memiliki kekayaan khas khasanah budaya daerah, nilai seni yang menggunakan bahan baku alamiah maupun imitasi)
  11. Industri kayu bakar dan pellet kayu
  12. Industri barang dari kayu, rotan dan gabus yang tidak diklasifikasikan di tempat lain (selain yang memiliki kekayaan khas khasanah budaya daerah, nilai seni yang menggunakan bahan baku alamiah maupun imitasi)
  13. Industri bubur kertas (pulp)
  14. Industri kertas budaya
  15. Industri kertas berharga
  16. Industri kertas khusus
  17. Industri kertas lainnya
  18. Industri kertas dan papan kertas bergelombang
  19. Industri kemasan dan kotak adarikertas dan karton
  20. Industri kertas tissue
  21. Industri barang dari kertas dan papan kertas yang tidak diklasifikasikan di tempat lain
  22. Industri pencetakan umum
  23. Industri pencetakan khusus
  24. Jasa penunjang pencetakan
  25. Industri kimia dasar organik yang bersumber dari hasil pertanian
  26. Industri minyak atsiri
  27. Industri pengasapan karet
  28. Industri remilling karet
  29. Industri karet remah (crum rubber)
  30. Industri furniture dari kayu
  31. Industri furniture dari rotan dan atau bambu
  32. Jasa analisis dan uji teknis lainnya
  33. Jasa perancangan khusus
  34. Jasa pengepakan

Sehingga untuk ke-34 jenis industri di atas, pengaturan, pembinaan dan pengembangannya menjadi kewenangan Menteri Perindustrian.

Sejak diterbitkannya PP No.34 tahun 2002 sebagai peraturan pelaksana UU No.41 tahun 1999 pengaturan, pembinaan dan pengembangan industri primer hasil hutan yang sebelumnya merupakan kewenangan Menteri Perindustrian dan Perdagangan menjadi kewenangan Menteri Kehutanan. Peraturan Pemerintah tersebut mengatur ketentuan bahwa perizinan industri primer hasil hutan kayu merupakan kewenangan Menteri Kehutanan yang meliputi industri : 1.) pengolahan kayu bulat menjadi kayu gergajian dan 2.) pengolahan kayu bulat menjadi serpih kayu (chip wood), veneer, kayu lapis (plywood), Laminating Veneer Lumber (Greenomics Indonesia, 2004). Hal tersebut juga disebutkan lagi dalam PP No.6 tahun 2007 pasal 105 dengan penambahan “huruf c. pengolahan bahan baku bukan kayu yang langsung dipungut dari hutan”.

Tujuan didirikannya industri primer hasil hutan (PP No. 6/Menhut-II/2007 Pasal 104) meliputi: 1.) Meningkatkan nilai tambah hasil hutan, 2.) Menggunakan bahan baku secara efisien, 3.) Menciptakan lapangan kerja, 4.) Mewujudkan industri yang efisien, produktif dan berdaya saing tinggi, 5.) Mencegah timbulnya kerusakan sumber daya hutan dan pencemaran lingkungan hidup dan 6.) Mengamankan sumber bahan baku dalam rangka pengelolaan hutan lestari.

Ada dua istilah industri primer dalam kehutanan yaitu industri primer hasil hutan kayu (IPHHK) dan industri primer hasil hutan bukan kayu (IPHHBK). Industri primer hasil hutan kayu adalah pengolahan kayu bulat dan atau bahan baku serpih menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Sedangkan industri primer hasil hutan bukan kayu adalah pengolahan hasil hutan berupa bukan kayu menjadi barang setengah jadi atau barang jadi (PP No. 6 tahun 2007).

Secara spesifik Permenhut No. P.9/Menhut-II/2009 Pasal 2 Ayat 3 menguraikan IPHHBK sebagai pengolahan bahan baku bukan kayu yang dipungut dari hutan, meliputi antara lain rotan, sagu, nipah, bambu, kulit kayu, daun, buah atau biji, dan getah, serta hasil hutan ikutan antara lain berupa arang kayu. Istilah izin untuk industri primer hasil hutan kayu adalah Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu selanjutnya disebut IUIPHHK, sedangkan izin industri primer hasil hutan bukan kayu adalah Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Bukan kayu selanjutnya disebut IUIPHHBK.

IUIPHHK adalah izin untuk mengolah kayu bukat dan atau kayu bulat kecil menjadi satu atau beberapa jenis produk pada satu lokasi tertentu yang diberikan kepada satu pemegang ijin oleh pejabat yang berwenang. IUIPHHBK adalah izin untuk mengolah hasil hutan bukan kayu menjadi satu atau beberapa jenis produk pada satu lokasi tertentu yang diberikan kepada satu pemegang izin oleh pejabat yang berwenang. (Permenhut No. 35/Menhut-II/2008 Pasal 1 Ayat 7 dan 8).

Pada Permenhut No. P.9/Menhut-II/2009 Pasal 2 Ayat 1 disebutkan bahwa jenis-jenis industri primer hasil hutan kayu (IPHHK) hanya ada 5 (lima) yaitu: 1.) Industri penggergajian kayu, 2.) Industri serpih kayu (wood chip), 3.) Industri vinir (veneer), 4.) Industri kayu lapis (plywood) dan/atau 5.) Laminated Veneer Lumber. IPHHK dapat dibangun dengan industri kayu lanjutan dengan menggunakan bahan baku kayu bulat, kayu bulat sedang dan atau kayu bulat kecil.

Dari uraian di atas dapat ditarik benang merah bahwa suatu industri disebut industri primer hasil hutan kayu jika: 1.) input (bahan baku) berupa kayu bulat dan atau kayu bulat sedang dan atau kayu bulat kecil, 2.) terdapat proses pengolahan bahan baku menjadi produk atau terdapat proses peningakatan nilai tambah (value added) dan 3.) output (produk) berupa kayu gergajian, vinir, LVL, serpih kayu dan kayu lapis. Sehingga bila ada industri yang mengolah kayu bulat dan atau kayu bulat sedang dan atau kayu bulat kecil, namun produknya bukan kayu gergajian dan atau serpih kayu dan atau vinir dan atau LVL dan atau kayu lapis, maka indutri tersebut termasuk industri kayu lanjutan yang kewenangan pembinaan, pengaturan dan pengembangannya di bawah Menteri Perindustrian.

Pejabat yang berwenang memberi izin IUIPHHK dengan kapasitas produksi sampai dengan 6000 meter kubik per tahun adalah Gubernur. Namun Gubernur dapat melimpahkan kewenangan penerbitan IUIPHHK dengan kapasitas produksi sampai dengan 2000 meter kubik per tahun kepada Bupati/Walikota.

IUIPHHK dengan kapasitas produksi sampai dengan 6000 meter kubik per tahun dapat diberikan kepada perorangan, koperasi, BUMS, BUMN dan BUMD. Adapun persyaratan permohonannya meliputi:

  1. Mengisi Daftar isian permohonan sebagaimana pada Lampiran 2 Permenhut P.35/Menhut-II/2008
  2. Rekomendasi/pertimbangan teknis Bupati bila lokasi industri berada di kabupaten atau Walikota bila lokasi berada di kota
  3. Akte pendirian perusahaan/koperasi yang telah disahkan pejabat yang berwenang beserta perubahannya atau copy KTP untuk pemohon perorangan,
  4. NPWP
  5. Dokumen Upaya Pengelolan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan lingkungan (UPL) sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku
  6. Izin gangguan
  7. Izin lokasi
  8. Izin tempat usaha
  9. Laporan kelayakan investasi pembangunan industrinya
  10. Jaminan pasokan bahan baku

Khusus untuk IUIPHHK penggergajian kayu dengan kapasitas produksi sampai dengan 2000 meter kubik per tahun hanya dapat diberikan kepada perorangan dan koperasi. Persyaratan permohonan sebagai berikut:

  1. Mengisi daftar isian permohonon sebagaimana pada Lampiran 2 Permenhut P.35/Menhut-II/2008
  2. Akte pendirian koperasi yang telah disahkan pejabat yang berwenang beserta perubahannya atay copy KTP untuk pemohon perorangan
  3. NPWP
  4. Izin lokasi
  5. Izin tempat usaha
  6. Jaminan pasokan bahan baku

Pemegang izin IUIPHHK dengan kapasitas lebih dari 6000 meter kubik per tahun adalah perorangan, koperasi, BUMS, BUMN dan BUMD dengan persyaratan permohonannya sebagai berikut:

  1. Mengisi daftar isian permohonan sebagaimana pada Lampiran 2 Permenhut P.35/Menhut-II/2008
  2. Rekomendasi/pertimbangan teknis Gubernur
  3. Rekomendasi/pertimbangan teknis Bupati bila lokasi industri berada di kabupaten atau Walikota bila lokasi industri berada di kota
  4. Dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan upaya Pemantauan lingkungan (UPL) atau AMDAL sesuai peraturan pundangan yang berlaku
  5. Laporan kelayakan investasi pembangunan industrinya
  6. Jaminan pasokan bahan baku
  7. NPWP
  8. Izin Gangguan
  9. Izin Lokasi
  10. Izin tempat Usaha

Industri primer hasil hutan bukan kayu skala kecil wajib memiliki Tanda daftar Industri (TDI) yang diberlakukan sebagai IUIPHHBK. Pemberi izin IUIPHHBK dan TDI (industri primer HHBK skala kecil) adalah Bupati atau Walikota. Izin TDI (industri primer HHBK skala kecil) diberikan kepada perorangan atau koperasi. Persyaratan permohonan sebagai berikut:

  1. Untuk perorangan berupa copy KTP, surat keterangan tanah (milik/sewa), NPWP, izin/keterangan yang berkaitan dengan bangunan yang digunakan dan daftar tenaga kerja
  2. Untuk koperasi berupa kate pendirian koperasi jyang telah disahkan loleh pejabat yang berwenang beserta perubahannya, surat keterangan tanah (milik/sewa), NPWP, izin/keterangan yang berkaitan dengan bangunan yang digunakan dan daftar tenaga kerja.

Pemegang izin IUIPHHBK adalah perorangan, koperasi, BUMS, BUMD dan BUMN dengan persyaratan permohonan sebagai berikut:

  1. Mengisi Daftar isian permohonan sebagaimana pada lampiran 2 Permenhut No. P.35/Menhut-II/2008.
  2. Akte pendirian perusahaan/koperasi atau copy KTP untuk perorangan
  3. Dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) atau AMDAL sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku
  4. Laporan kelayakan investasi pembangunan industrinya
  5. Jaminan pasokan bahan baku
  6. NPWP
  7. Izin gangguan
  8. Izin lokasi
  9. Izin tempat usaha

Masa berlaku IUIPHHK dan izin perluasan IPHHK, tanda daftar industri primer hasil hutan bukan kayu, izin usaha dan izin perluasan industri primer hasil hutan bukan kayu, berlaku selama industri yang bersangkutan beroperasi. Yang dimaksud beroperasi adalah apabila industri berproduksi secara kontinyu, berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) tahun. Apabila industri tidak beroperasi selama satu tahun dikenakan sanksi pencabutan izin usaha industrinya (Permenhut P.35/Menhut-II/2008 Pasal 13).

Hak, kewajiban dan larangan pemegang IUIPHHK dan IUIPHHBK diatur dalam PP No.6 tahun 2007 dan Permenhut No.35/Menhut-II/2008 Pasal 26, 27 dan 28.
1. Hak

  • Memperoleh kepastian dalam menjalankan usahanya
  • Mendapatkan pelayanan dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah

2. Kewajiban

  • Menjalankan usaha industri sesuai dengan izin yang dimiliki
  • Mengajukan izin perluasan, apabila melakukan perluasan produksi melebihi 30% (tiga puluh perseratus) dari kapasitas produksi yang diizinkan
  • Menyusun dan menyampaikan rencana pemenuhan bahan baku industri setiap tahun
  • Menyusun dan menyampaikan laporan bulanan Realisasi Pemenuhan dan Penggunaan Bahan Baku (RPBBI) serta produksi. Pedoman penyusunan dan penyampaian RPBBI ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
  • Membuat dan menyampaikan Laporan Mutasi Kayu Bulat (LMKB) atau Laporan Mutasi Hasil Hutan Bukan Kayu (LMHHBK)
  • Membuat dan menyampaikan Laporan Mutasi Hasil Hutan Olahan (LMHHO)
  • Melakukan kegiatan usaha industri sesuai dengan yang ditetapkan dalam izin
  • Melaporkan secara berkala kegiatan dan hasil industrinya kepada pemberi izin dan instansi yang diberikan kewenangan dalam pembinaan dan pengembangan industri primer hasil hutan
  • Mempekerjakan tenaga pengukuran dan pengujian hasil htan yang bersertifikat dalam hal industri dengan kapasitas sampai dengan 6000 m3 (enam ribu meter kubik) per tahun jika pemegang izin tidak memiliki tenaga pengukuran dan pengujian hasil hutan yang bersertifikat; dan
  • Memiliki tenaga pengukuran dan pengujian hasil hutan bersertifikat, untuk industri hasil hutan kayu dengn kapasitas lebih dari 6000 m3 (enam ribu meter kubik).

3. Larangan
Pemegang IUIPHH dilarang:

  • Memperluas usaha industri tanpa izin
  • Memindahkan lokasi usaha indsutri tanpa izin
  • Melakukan kegiatan yang dapat menimbulkan pencemaran dan kerusakan terhadap lingkungan hidup yang melampaui batas baku mutu lingkungan
  • Menadah, menampung atau mengolah bahan baku hasil hutan yang berasal dari sumber bahan baku yang tidak sah (illegal), atau
  • Melakukan kegiatan industri yang tidak sesuai dengan izin yang diberikan.

Dari uraian pustaka di atas, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat 5 (lima) kelompok izin dalam industri pengolahan hasil hutan.
1. IUIPHHK
Dalam kelompok ini yaitu industri primer hasil hutan kayu dengan jenis industri penggergajian kayu, industri serpih kayu (chip wood), industri vinir, industri kayu lapis dan industri LVL. Pemberi zin kelompok industri adalah Menteri Kehutanan atau Gubernur atau Bupati. Kewenangan pengaturan, pembinaan dan pengembangan kelompok industri di bawah Kementerian Kehutanan.
2. IUIPHHBK
Dalam kelompok ini yaitu industri primer hasil hutan bukan kayu dengan ciri bahan baku memungut langsung dari hutan (PP No.6 Tahun 2007 Pasal 105 Ayat 1 Butir c). Pemberi izin kelompok industri ini adalah Bupati. Kewenangan pengaturan, pembinaan dan pengembangan kelompok industri ini di bawah Kementerian Kehutanan.
3. IUI
Dalam kelompok ini adalah indutri pengolahan hasil hutan sebagaimana yang tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri Prindustrian No. 64/M-Ind/Per /2011 yaitu jenis-jenis industri dalam pembinaan Direktorat Jenderal Industri Agro pada Kementerian Perindustrian dengan nilai investasi lebih dari Rp 200.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan. Sehingga pengaturan, pembinaan dan pengembangannya di bawah kewenangan Kementerian Perindustrian.
4. TDI
Dalam kelompok ini adalah indutri pengolahan hasil hutan sebagaimana yang tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri Prindustrian No. 64/M-Ind/Per /2011 yaitu jenis-jenis industri dalam pembinaan Direktorat Jenderal Industri Agro pada Kementerian Perindustrian dengan nilai investasi sampai dengan Rp 200.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan. Sehingga pengaturan, pembinaan dan pengembangannya di bawah kewenangan Kementerian Perindustrian.
5. TDI untuk industri primer HHBK skala kecil.
Dalam kelompok ini adalah industri primer hasil hutan bukan kayu skala kecil. Sesuai Permenhut P.35/Menhut-II/2008 Pasal 1 Ayat 10 yang dimaksud industri primer hasil hutan bukan kayu skala kecil adalah industri yang memiliki tenaga kerja kurang dari 50 orang. Pemberi izin kelompok industri ini adalah Bupati. Pengaturan, pembinaan dan pengembangan kelompok industri ini di bawah Kementerian Kehutanan.

 

Referensi

Kertas Kerja No. 08 “Industri Pengolahan Kayu Evolusi terhadap Mekanisme Perizinan, Kewenangan dan Pembinaan Industri Pengolahan Kayu” Kerjasama ICW dan Greenomics Indonesia, 2004.

Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan

Peraturan Menteri Perdagangan No. 20/M-DAG/PER/5/2008 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan

Peraturan Menteri Perindustrian No. 41/M-IND/PER/6/2008 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Industri, Izin Perluasan dan Tanda Daftar Industri

Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas PP No. 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan Hutan

Peraturan Menteri Kehutanan No. P.35/Menhut-II/2008 jo P.9/Menhut-II/2009 tentang Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan

Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penananaman Modal

Peraturan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Nomor : P.8/VI-BPPHH/2011 tentang Standar dan Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu

Peraturan Menteri Perindustrian No. 64/M-IND/PER/7/2011 tentang Jenis-Jenis Industri Dalam Pembinaan Direktorat Jenderal dan Badan di Lingkungan Kementerian Perindustrian

5 komentar di “Industri Pengolahan Hasil Hutan

  1. Sangat jelas.
    Tolong mau nanya apakah ada peraturan yang mewajibkan dokumen hasil hutan seperti FA-KB dan FA-KO dilaporkan dan dimatikan oleh dishut setempat ?

    Suka

    • FA-KB wajib dilaporkan dan dimatikan kepada P3KB (Pejabat Pemeriksa Penerimaan Kayu Bulat). P3KB adalah petugas kehutanan dari Dinas Kehutanan Kab/Kota. Aturannya, silahkan dilihat pada Peraturan Menteri Kehutanan No. P.55/Menhut-II/2006. Selanjutnya untuk FAKO tidak ada kewajiban dimatikan, karena dianggap milik privat. Aturannya juga sama di Permenhut P.55/Menhut-II/2006. Tetapi jika, Bapak nantinya menerbitkan FAKB atau FAKO, jumlah rangkapnya harus dikirim sesuai dengan peruntukan. Lihat aturannya di Permenhut P.55/Menhut-II/2006.

      Demikian. Terima kasih

      Suka

      • Terima kasih, Bu atau Pak Neny.
        Saya pengrajin furniture jadi saya tidak menerbitkan FA-KB/FA-KO tapi setiap saya membeli kayu balok bullat dari Perhutani selalu disertai FA-KB. Tidak seperti dilembar PAS Perhutani yang lama dimana di lembar tersebut tertulis instruksi untuk melapor dan menyerahkan Pas asli untuk dimatikan, tetapi di FA-KB tidak tercantum instruksi seperti itu lagi dan ternyata instruksi tersebut sudah tercantum didalm Permenhut 55, OK sekarang clear dan terima kasih.

        Uraian mengenai Industri Primer dan perbedaan dengan inudstri bukan primer sangatlah jelas dan mudah dimengerti tetapi didalam Permenhut 35 ada kalimat kalimat yang bisa diartikan lain bahkan oleh petugas dari Dishub sendiri yang membuat saya bingung yaitu :

        Pasal 1 ayat 1:
        1. Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IPHHK) adalah pengolahan kayu bulat dan/atau kayu
        bulat kecil menjadi barang setengah jadi atau barang jadi.

        Ayat ini diasumsikan oleh Dishub daerah bahwa Industri Furniture yang mana didalam kegiatan produksinya adalah menggunakan kayu balok dan diolah menjadi barang jadi berupa furniture adalah termasuk sebagai kegiatan Industri Primer dan harus dilengkapi dengan IUIPHHK.

        Meskipun didalam pasal 2 telah secara jelas jelas dirinci jenis jenis Industri Primer hasil hutan kayu yang diatur oleh Permenhub 35 pasal 2 tersebut tidak tercantum sama sekali INDUSTRI FURNITURE.
        Dan sebagai sanksi karena saya tidak memiliki IUIPHHK maka dokumen kayu FA-KB yang saya laporkan dan serahkan ke Dishub setempat tidak bisa diterima dan sekarang saya simpan saja.

        Sampai sekarang saya tidak mengurus IUIPHHK seperti yang diminta Dishub karena :
        1. Tidak relevan dengan usaha saya.
        2. Didalam Permenhut 35 disebutkan bahwa Industri Primer harus mempekerjakan Tenaga Penguji Balok yang bersertifikat yang mana tenaga seperti ini sama sekali tidak kami perlukan karena semua balok yang saya beli dari Perhutani sudah ada tok mutu, ukuran, volume dll dan saya tidak bisa tawar menawar mengenai mutu balok yang sudah ditentukan oleh Perhutani tersebut.
        3. Sanksi sanksi yang diatur didalam Permenhut 35 jika pelaku Industri Primer melakukan penyimpangan dari hal hal yang diatur dalam Permenhut tersebut adalah pada intinya di hentikanya fasilitas Industri tersebut untuk menerbitkan FA-KB atau FA-KO ataupun dokumen lain untuk mengangkut hasil produknya, dan lagi lagi sanksi ini tidak ada hubunganya dengan usaha saya, karena saya tidak akan pernah menerbitkan dokumen dokumen seperti itu.

        Mohon pendapatnya.

        Suka

      • Memang, Pak. Kalau hanya membaca definisi saja akan rancu. Namun bila dibaca secara utuh, IUIPHHK sangat jelas. Pertama ada input (masuknya kayu bulat); ada proses (untuk memenuhi definisi industri, bukan perdagangan); terakhir ada output (lima produk IUIPHHK Kayu gergajian, veener, LVL, serpih, plywood). Dan peraturan perundangan-undangan harus dibaca utuh, bukan separoh-paroh. Jika pun industri furniture dipaksa masuk ke IUIPHHK, maka akan rancu pada saat pengisian RPBBI (Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri). Karena IUIPHHK wajib membuat RPBBI. Silahkan lihat Permenhut P.9/Menhut-II/2009.

        Hanya saya sarankan kepada Bapak untuk bersurat kepada Dinas Kehutanan Provinsi dengan tembusan kepada Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi dan Dinas Kehutanan Kab/Kota tentang kondisi industri Bapak. Jawaban tersebut dapat dijadikan sebagai dasar, bahwa industri Bapak memang tidak termasuk industri primer. Sehingga sama-sama nyaman bekerja.

        Sebagai industri lanjutan, karena Bapak mengolah kayu (yang termasuk kategori industri terbatas) Bapak punya kewajiban untuk membuat LMKB (sebab menggunakan bahan baku kayu bulat); membuat LMKO dan membuat register penerimaan kayu. Ketiga kewajiban tersebut wajib dilaporkan kepada Dishut Kab, Dishut Prov. dan BPPHP.

        Untuk peralatan industri (mekanis) silahkan Bapak konsultasi dengan Dinas Perindustrian setempat.

        Terakhir untuk FAKB, Bapak wajib terus melapor ke P3KB.

        Terima kasih sudah datang ke blog saya 🙂
        Salam
        Ibu Neny

        Suka

  2. HHBK kami berupa Madu Hutan yg sedang membutuhkan pemasaran madu dalam kemasan yg berlabel koperasi yg baru kami dirikan dalam jumlah minimal 1000 botol 250 ml. jika ada yg berminat menjadi pembeli atau yg punya relasi dapat menghubungi kami. no, telpon : 08127675187. 100% produk madu kami asli dari hutan, kalau ada yg serius berminat dapat menemui kami di aSAL kami untuk menyaksikan proses pengambilannya dari hutan s/d pengemasannya. trim’s

    Suka

Tinggalkan komentar