FORESTRY

PEMANTAUAN DATA HUTAN PRODUKSI DI KECAMATAN GEROKGAK BAGIAN TIMUR, KABUPATEN BULELENG, PROVINSI BALI


Oleh: Neny Triana, S.Hut

A. Pendahuluan

Minimnya data hutan produksi yang dimiliki oleh Balai, mewajibkan BPPHP IX Denpasar untuk secara proaktif mencari data-data tersebut. Hal ini juga diamanatkan dalam Rencana Operasional Kegiatan Balai yang diderivasi dari Rencana Strategis Dirjen Bina Usaha Kehutanan Tahun 2010-2014, yang secara eksplisit disebutkan dalam indikator kinerja kegiatan yaitu tersedianya Laporan hasil Pemantauan Kegiatan Pengelolaan/Pemanfaatan Hutan Produksi dan Industri Pengolahan Hasil Hutan serta Hasil Hutan di wilayah kerja Balai. Selanjutnya data-data tersebut akan digunakan sebagai bahan analisis untuk mengambil berbagai kebijakan kehutanan oleh para eksekutor.

B. Pelaksanaan Kegiatan

1. Sumber Data

Data yang diperlukan diperoleh dari berbagai sumber yang berkompeten antara lain: Resort Polisi Hutan Gerokgak, Resort Polisi Hutan Sumberkimo, Kantor Kecamatan Gerokgak dan BPS Kabupaten Buleleng yang dikumpulkan melalui teknik observasi, wawancara dan dokumentasi; data primer maupun sekunder yang sudah dimiliki BP2HP Wilayah IX Denpasar serta data sekunder yang diperoleh melalui internet. Secara umum data yang diambil terdiri dari data teknis kehutanan dan data sosial ekonomi.

2. Hasil Pelaksanaan

a. Kecamatan Gerokgak

Kecamatan Gerokgak meliputi tiga RPH yaitu RPH Sumberklampok seluas 14.428,29 Ha, RPH Sumberkimo seluas 6.097,19 Ha dan RPH Gerokgak seluas 7.997,75 Ha. Pada buku Kabupaten Buleleng Dalam Angka 2008 disebutkan secara geografis kecamatan Gerokgak berada pada   114025’53’’870’’’ BT   sampai 114052’59’’8681’’’ BT dan 805’29’’6472’’’ LS sampai 8015’31’’3497’’’ LS dengan batas selatan Kabupaten Jembrana, batas barat Selat Bali, batas utara Laut Bali, dan batas timur Kecamatan Seririt.

Topografi kecamatan Gerokgak sangat fluktuatif dari dataran rendah yang berada sepanjang pantai sampai daerah pegunungan. Dibandingkan dengan kecamatan lain yang ada di wilayah kabupaten Buleleng, kecamatan Gerokgak memiliki jumlah gunung yang sangat banyak yaitu 18 buah.

Kecamatan Gerokgak memiliki wilayah dengan ketinggian sampai 500 m dpl seluas 298,79 km2; wilayah dengan ketinggian 500-1000 mdpl seluas 55,43 km2 dan wilayah dengan ketinggian lebih dari 1000 m dpl seluas 23,5 km2. Wilayah dengan kemiringan tanah landai (0-25%) seluas 12.219,25 Ha dan dengan kemiringan miring (25-40%) seluas 73,12 Ha.

Dari buku Kabupaten Buleleng Dalam Angka 2008 diketahui bahwa kecamatan Gerokgak termasuk beriklim tropis dengan curah hujan terendah di daerah pantai dan tertinggi di daerah pegunungan. Kondisi topografi dan curah hujan yang demikianlah yang menyebabkan tidak ada pengairan teknis pada kecamatan Gerokgak. Yang ada hanya pengairan setengah teknis seluas 579 Ha dan pengairan sederhana untuk wilayah seluas 25 Ha.

Luas total kawasan hutan pada kecamatan Gerokgak sebesar 28.523,23 Ha. Penyebaran kawasan hutan pada kecamatan Gerokgak berdasarkan fungsinya terdiri dari hutan lindung 11.523,54 Ha atau 40,40%, hutan produksi 1.274,4 Ha atau 4,47%, hutan produksi terbatas 2.910,4 Ha atau 10,20% dan taman nasional 12.814,89 Ha atau 44,93%.

Tabel 1. Luasan Kawasan Hutan Berdasarkan Fungsi di Kecamatan Gerokgak

No. Jenis Fungsi Hutan Luas (Ha) Pensentase (%)
1. Hutan Lindung 11.523,54 40,40
2. Hutan Produksi 1.274,40 4,47
3. Hutan Produksi Terbatas 2.910,40 10,20
4. Taman Nasional 12.814,89 44,93
Total 28.523,23 100,00

Sumber: Legenda Peta Yang Diterbitkan Oleh BPKH Wilayah VIII Denpasar 2008

Namun menurut data yang ada pada Kabupaten Buleleng Dalam Angka Tahun 2008, luas kawasan hutan berdasarkan fungsinya pada kecamatan Gerokgak adalah 17.392,04 Ha untuk hutan lindung, 1.336,90 Ha untuk hutan produksi tetap, 3.022,40 Ha untuk hutan produksi terbatas dan 12.814,89 Ha untuk taman nasional Bali Barat. Pada tahun 2007, dari luas total kawasan hutan 34.566,21 Ha terdapat lahan kritis sebesar 82,83% atau 28.632 Ha. Berikut adalah tabel luas lahan kritis berdasarkan tingkat kekritisannya pada masing-masing RPH yang ada di kecamatan Gerokgak

Tabel 2. Luas Lahan Kritis Berdasarkan Tingkat Kekritisannya di Kecamatan Gerokgak Tahun 2007

Tingkat 

Kekritisan

RPH 

Sumberklampok

RPH 

Sumberkimo

RPH 

Gerokgak

Luas 

(Ha)

Persentase 

(%)

Luas 

(Ha)

Persentase (%) Luas 

(Ha)

Persentase (%)
Sangat Kritis 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Kritis 2.386,00 18,59 2.679,00 34,83 2.069,00 25,87
Agak Kritis 350,00 2,73 720,00 9,36 215,00 2,69
Potensial Kritis 10.096,00 78,68 4.292,00 55,81 5.712,00 71,44
Total 12.832,00 100,00 7.691,00 100,00 7.996,00 100,00

Sumber: Kabupaten Buleleng Dalam Angka Tahun 2008

Secara administratif, kecamatan Gerokgak terdiri dari 14 desa, 73 banjar, 13 desa pakraman dan merupakan kecamatan terluas pada kabupaten Buleleng yang meliputi 26,11% dari total luasan. Jumlah subak sawah dan subak abian di kecamatan Gerokgak pada tahun 2007 masing-masing 11 buah dan 18 buah. Dari hasil wawancara dengan kepala resort polisi hutan terungkap bahwa karena subak memiliki kepentingan besar terhadap kelestarian air, mereka memiliki peran yang sangat penting bagi kelestarian hutan lindung.

Berdasarkan buku Kabupaten Buleleng Dalam Angka Tahun 2008, jumlah penduduk kecamatan Gerokgak pada tahun 2007 sebesar 77.524 jiwa, terdiri dari 21.189 kepala keluarga, laki-laki 39.301 jiwa dan perempuan 38.223 jiwa. Kepadatan penduduk sebesar 217 jiwa / km2 dan jumlah rata-rata jiwa per kepala keluarga 3,7 jiwa.

Menurut data BPS Buleleng, pada Kecamatan Gerokgak tercatat angka KK miskin 5.519, Kecamatan Seririt 5.883, Kecamatan Busungbiu 2.985, Kecamatan Banjar 3.663, Kecamatan Sukasada 2.725, Kecamatan Buleleng 4.896, Kecamatan Sawan 2.637, Kecamatan Kubutambahan 3.992, dan Kecamatan Tejakula 3.871. (www.balipost.co.id, ed. cetak 12 Oktober 2005). Angka KK miskin tersebut makin melonjak pada tahun 2007, seperti yang terkutip dalam harian Bisnis Bali bahwa   bahwa Kecamatan Gerokgak ternyata paling tinggi memiliki rumah tangga miskin (RTM) yakni sebanyak 8.052. Kecamatan Seririt berada di urutan kedua dengan jumlah RTM sebanyak 7.265 dan Kecamatan Banjar dengan jumlah RTM sebanyak 6.216 (www.bisnisbali.com, ed. 10 Des 2007).

Sebagian besar penduduk kecamatan Gerokgak  bekerja pada sektor pertanian tanaman pangan dan perkebunan rakyat, selebihnya pada sektor peternakan, perikanan, perdagangan dan industri. Pada tahun 2006, penduduk kecamatan Gerokgak yang bekerja pada sektor pertanian sebanyak 11.138 jiwa atau 37,61%; perkebunan rakyat sebanyak 9.504 jiwa atau 32,09%; perdagangan sebanyak 4.305 jiwa atau 14,54%; peternakan sebanyak 2.573 jiwa atau 8,69%; perikanan sebanyak 1.822 jiwa atau 6,15% dan industri sebanyak 272 jiwa atau 0,92%. Sampai dengan tahun 2006, dominasi mata pencaharian sektor pertanian dan perkebunan mencapai lebih dari 68% dari total jumlah pekerja. Berikut tabel mata pencaharian penduduk kecamatan Gerokgak berdasarkan data pokok kecamatan Gerokgak 2006.

Tabel  3. Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Gerokgak

Tahun Total Pertanian 

Tanaman Pangan

Peternakan Perikanan Perkebunan Rakyat Perdagangan Industri
Jml Jiwa (%) Jml Jiwa (%) Jml Jiwa (%) Jml Jiwa (%) Jml Jiwa (%) Jml Jiwa (%)
2006 29614 11138 37,61 2573 8,69 1822 6,15 9504 32,09 4305 14,54 272 0,92
2005 27860 9609 34,49 2517 9,03 1809 6,49 9491 34,07 4230 15,18 204 0,73
2004 36371 17619 48,44 2517 6,92 2617 7,19 11898 32,71 1516 4,17 204 0,56
2003 34625 15928 46,00 2493 7,20 2617 7,56 11898 34,36 1492 4,31 197 0,57
2002 33997 16840 49,53 1143 3,36 2475 7,28 11885 34,96 1457 4,29 197 0,58

Sumber: Data Pokok Kecamatan Gerokgak 2006

Pada tahun 2007 kecamatan Gerokgak memiliki luas panen padi sawah 222 Ha, luas panen jagung 3261 Ha, ubi kayu 42 Ha, kacang tanah 555 Ha, kacang hijau 14 Ha, dan cabe 182 Ha. Luas areal untuk perkebunan rakyat kelapa sebesar 1780 Ha, kelapa hibrida 2 Ha, jambu mete 509 Ha, kapok 10 Ha dan tembakau virgnia 15,50 Ha (Kabupaten Buleleng Dalam Angka Tahun 2008).

Banyaknya ternak berkorelasi positif terhadap permasalahan penggembalaan liar di hutan. Berikut tabel banyaknya populasi ternak di kecamatan Gerokgak berdasarkan kompilasi data pokok kecamatan Gerokgak 2006 dan Kabupaten Buleleng Dalam Angka Tahun 2008.

Tabel  4. Populasi Ternak di Kecamatan Gerokgak

Tahun Sapi 

(ekor)

Kambing 

(ekor)

Kerbau 

(ekor)

Kuda 

(ekor)

Domba 

(ekor)

2007* 41828 3446 16 64
2006 37957 5635 30 66 6
2005 37744 5595 34 66 4
2004 37627 5620 34 66 4
2003 35729 4241 39 36 12
2002 34337 4205 42 36 12

Sumber:    Data Pokok Kecamatan Gerokgak 2006

* Kabupaten Buleleng Dalam Angka Tahun 2008

b. Data Teknis Kehutanan RPH Gerokgak

RPH Gerokgak berada pada  1140 42’ BT sampai 1140 48’ BT dan  80 9’ LS sampai  80 15’ LS. Sebelah selatan RPH Gerokgak dibatasi oleh RPH Yeh Embang, sebelah barat dibatasi oleh Desa Banyu Poh, sebelah utara dibatasi oleh Laut Bali, dan sebelah timur dibatasi oleh RPH Seririt.

RPH Gerokgak dengan luas total 7.997,75 Ha  diperuntukan untuk hutan lindung seluas 6.700,75 Ha dan sisanya hutan produksi terbatas seluas 1297,00 Ha. Berdasarkan peta yang diterbitkan oleh BPKH Wilayah VIII Denpasar, terlihat bahwa penyebaran kawasan hutan tipis memanjang mengikuti garis pantai. Hal ini disebabkan oleh kondisi topografi dan kelerengan RPH Gerokgak yang sangat fluktuatif dari areal pantai ke pegunungan.

Vegetasi yang ada pada RPH Gerokgak antara lain sonokeling, intaran, gmelina, sukun, nangka, kemiri, sengon, mahoni, salam, majegau, pelang, bekul, panggal buaya, cendana, bentawas, pulai, jati, bambu, suar, gempinis dan kayu putih. Vegetasi tersebut menutupi separuh (50%) lebih luasan hutan produksi terbatas yang ada pada RPH Gerokgak. Minimnya penutupan ini disebabkan oleh kelerengan yang curam, topografi yang sangat fluktuatif, solum tanah yang tipis dan curah hujan yang rendah. Bahkan terdapat enclave area yang hanya berupa gunung batu.

Dari wawancara dengan KRPH Gerokgak permasalahan kehutanan yang ada antara lain: pencurian kayu ramuan/kayu bangunan, pencurian kayu bakar, pencurian arang, pencurian rotan, kebakaran hutan, penggembalaan liar (pengambilan rumput/daun makanan ternak) dan pengerjaan lahan tanpa ijin. Namun dari sekian banyak permasalahan yang ada tersebut penggembalaan liar, pengerjaan lahan tanpa ijin, pencurian kayu bakar dan kebakaran hutan merupakan permasalahan yang paling serius dihadapi oleh RPH Gerokgak. Menurut KRPH Gerokgak, akar permasalahan diatas lagi-lagi adalah kemiskinan.

Pengerjaan lahan tanpa ijin terjadi pada hampir 75% hutan produksi terbatas yang ada pada wilayah RPH Gerokgak. Pengerjaan lahan  tersebut berupa penanaman tanaman pertanian pada wilayah hutan dengan sistem tumpang sari oleh masyarakat sekitar hutan tanpa ijin resmi dari departemen kehutanan.

Yang dimaksud dengan penggembalaan liar adalah pengambilan rumput pada wilayah hutan maupun penggembalaan ternak langsung ke hutan. Iklim tropis yang melingkupi wilayah RPH Gerokgak seringkali menjadikan masyarakat kesulitan mencari makanan ternak di areal lahan miliknya pada musim kering. Kondisi ini menyebabkan mereka mencari hijauan makanan ternak (HMT) ke hutan. Sulitnya mencari HMT tercermin pada kalimat KRPH Gerokgak, “Sekarang, ternak pun sudah doyan mahoni.” Padahal mahoni rasanya pahit.

Luas kebakaran hutan pada RPH Gerokgak sekitar 40 Ha, dengan intensitas 5 sampai 8 kali kebakaran per tahun. Meskipun memiliki tangki air, RPH Gerokgak hanya menggunakan teknik manual (api dipukul dengan kayu) dan personel 5 sampai 20 orang (termasuk masyarakat sekitar hutan) untuk menangani kebakaran tersebut. Alasannya tangki air tidak praktis untuk menangani kebakaran hutan pada RPH Gerokgak yang memiliki kelerengan curam dan topografi sangat fluktuatif.

Menurut KRPH Gerokgak, kebakaran hutan diwilayahnya ada indikasi memiliki unsur kesengajaan. Sebab api biasanya muncul pada jam 5 atau 6 sore, saat petugas kehutanan sudah tidak ada di kantor, sehingga api cukup sulit dipadamkan. Selain itu kebakaran hutan juga ada korelasinya dengan penggembalaan liar. Rumput yang terbakar akan mudah sekali tumbuh pada musim penghujan, yang akan sangat menguntungkan bagi peternak di sekitar wilayah hutan.

Berdasarkan data primer BP2HP Wilayah IX Denpasar, industri yang ada di wilayah RPH Gerokgak hanya ada dua yaitu: UD. Atin Jaya yang tergolong industri primer dan UD. Mutiara Djati yang tergolong penampung. UD. Mutiara Djati pun boleh dikatakan dalam kondisi hidup enggan mati tak mau. Meskipun memiliki peralatan yang memadai untuk menjadi industri lanjutan, daya beli masyarakat yang rendah dan sulitnya mencari kayu dari daerah sekitar untuk dijual, menyebabkan UD. Mutiara Djati  hanya melayani penjualan, bila ada pemesanan. Kayunya pun diambil dari industri lain yang ada di Celukan Bawang.

c. Data Sosial Ekonomi RPH Gerokgak

RPH Gerokgak meliputi lima desa yaitu desa Penyabangan, desa Musi, desa Sanggalangit, desa Gerokgak dan desa Patas. Kelima desa tersebut berbatasan langsung dengan hutan produksi terbatas yang ada di RPH Gerokgak.

Pada tahun 2007 jumlah total penduduk di RPH Gerokgak sebesar 26.837 jiwa, terdiri dari laki-laki sebesar 13.810 jiwa atau 51,46% dan perempuan 13.027 jiwa atau 49,29%. Desa yang paling padat penduduknya adalah desa Patas, diikuti oleh desa Gerokgak, desa Sanggalangit, desa Penyabangan dan desa Musi. Secara rinci, jumlah total penduduk desa Patas sebanyak 8.820 jiwa, terdiri dari laki-laki sebanyak 4.473 jiwa atau 50,71% dan perempuan 4.347 jiwa atau 48,54%. Jumlah total penduduk desa Gerokgak sebanyak 6256 jiwa, terdiri dari laki-laki sebanyak 3281 jiwa atau 52,44% dan perempuan 2975 jiwa atu 47,56%. Jumlah total penduduk desa Sanggalangit sebanyak 4359 jiwa, terdiri dari laki-laki 2234 jiwa atau 51,25% dan perempuan 2125 jiwa atau 48,75%. Jumlah total penduduk desa Penyabangan sebanyak 4306 jiwa, terdiri dari laki-laki sebanyak 2290 jiwa atau 53,18% dan perempuan 2016 jiwa atau 46,82%. Jumlah total penduduk desa Musi sebanyak 3096 jiwa, terdiri dari laki-laki sebanyak 1532 jiwa atau 49,48% dan perempuan sebanyak 1564 jiwa atau 50,52%. Berikut tabel jumlah penduduk di RPH Gerokgak tahun 2007.

Tabel  5. Jumlah Penduduk di RPH Gerokgak Tahun 2007

Desa Luas 

(Km2)

2007 Persentase (%)
Lk Pr Jumlah 

Total

Lk Pr Jumlah 

Total

Penyabangan 19,49 2.290 2.016 4.306 53,18 46,82 100,00
Musi 19,48 1.532 1.564 3.096 49,48 50,52 100,00
Sanggalangit 19,50 2.234 2.125 4.359 51,25 48,75 100,00
Gerokgak 30,20 3.281 2.975 6.256 52,44 47,56 100,00
Patas 32,36 4.473 4.347 8.820 50,71 49,29 100,00
Total 13.810 13.027 26.837 51,46 48,54 100,00

Sumber: Kabupaten Buleleng Dalam Angka Tahun 2008

Sebagian besar penduduk yang ada di wilayah RPH Gerokgak bekerja pada sektor perkebunan rakyat sebanyak 3.129 jiwa atau 33,60%, diikuti perdagangan sebanyak 2.629 jiwa atau 28,23%, pertanian sebanyak 2.546 jiwa atau 27,34%, perikanan sebanyak 597 jiwa atau 6,41%, peternakan sebanyak 324 jiwa atau 3,48% dan industri sebanyak 88 jiwa atau 0,94%. Namun tetap sektor pertanian dan perkebunan rakyat mendominasi mata pencaharian penduduk di wilayah RPH Gerokgak yaitu sebesar 5.675 jiwa atau 60,94%. Berikut tabel mata pencaharian penduduk di wilayah RPH Gerokgak tahun 2006.

Tabel 6. Mata Pencaharian Penduduk Pada RPH Gerokgak Tahun 2006

Desa Total Pertanian Tanaman Pangan Peternakan Perikanan Perkebunan Rakyat Perdagangan Industri
Jml 

Jiwa

% Jml 

Jiwa

% Jml 

Jiwa

% Jml 

Jiwa

% Jml 

Jiwa

% Jml 

Jiwa

%
Penyabangan 1873 438 23,38 21 1,12 82 4,38 665 35,50 643 34,33 24 1,28
Musi 1199 259 21,60 56 4,67 88 7,34 736 61,38 46 3,84 14 1,17
Sanggalangit 1926 700 36,34 53 2,75 42 2,18 393 20,40 723 37,54 15 0,78
Gerokgak 2080 627 30,14 62 2,98 18 0,87 911 43,80 434 20,86 28 1,35
Patas 2235 522 23,36 132 5,91 367 16,42 424 18,97 783 35,03 7 0,31
Total 9313 2546 27,34 324 3,48 597 6,41 3129 33,60 2629 28,23 88 0,94

Sumber: Data Pokok Kecamatan Gerokgak 2006

Pada tahun 2006, luas sawah yang ditanami padi pada RPH Gerokgak sebesar 208,25 Ha, sedangkan luas perkebunan rakyat yang ditanami kelapa adalah 866,00 Ha, jambu mete seluas 413,00 Ha dan tembakau 119,00 Ha. Dengan demikian petani pada RPH Gerokgak hanya memiliki luas rata-rata lahan tanam sawah 0,08 Ha; 0,28 Ha untuk perkebunan rakyat kelapa; 0,13 Ha untuk jambu mete dan 0,04 Ha untuk tembakau.  Lebih terperinci luas rata-rata lahan tanam sawah yang dimiliki petani di desa Musi adalah 0,1 Ha,  desa Sanggalangit 0,06 Ha, desa Gerokgak 0,22 Ha; sedangkan desa Penyabangan dan Patas tidak ada yang memiliki lahan tanam sawah. Luas rata-rata lahan tanam perkebunan rakyat kelapa pada desa Penyabangan adalah 0,18 Ha;  0,23 Ha untuk desa Musi; 0,63 Ha untuk desa Sanggalangit;  0,18 Ha untuk desa Gerokgak dan 0,39 Ha untuk desa Patas. Luas rata-rata lahan tanam perkebunan rakyat jambu mete adalah 0,02 Ha untuk desa Penyabangan;  0,05 Ha untuk desa Musi; 0,29 Ha untuk desa Sanggalangit, 0,00 Ha untuk desa Gerokgak dan 0,59 Ha untuk desa Patas. Luas rata-rata lahan tanam perkebunan rakyat tembakau 0,07 Ha untuk desa Gerokgak; 0,14 Ha untuk desa Patas dan 0,00 Ha untuk desa Penyabangan, Musi, Sanggalangit. Berikut tabel luas tanam pertanian dan perkebunan rakyat di RPH Gerokgak pada tahun 2006.

Tabel 7. Luas Tanam Pertanian dan Perkebunan Rakyat RPH Gerokgak Tahun 2006

Desa Luas Tanam (Ha)
Pertanian Perkebunan Rakyat
Sawah Kelapa Jambu Mete Tembakau
Penyabangan 0,00 118,00 10,00 0,00
Musi 26,00 168,25 35,50 0,00
Sanggalangit 42,00 247,50 115,50 0,00
Gerokgak 140,25 166,25 1,00 61,00
Patas 0,00 166,00 251,00 58,00
Total 208,25 866,00 413,00 119,00

Sumber: Data Pokok Kecamatan Gerokgak 2006

Jumlah populasi ternak yang ada di RPH Gerokgak pada tahun 2006 tergolong besar yaitu 11.671 ekor sapi, 2.233 ekor kambing, dan 8 ekor kerbau. Jumlah yang besar tersebut jelas berkorelasi positif terhadap kebutuhan hijauan makanan ternak (HMT) dan masalah penggembalaan liar. Apalagi iklim tropis yang melingkupi RPH Gerokgak seringkali menyulitkan masyarakat mencari HMT pada musim kemarau. Berikut tabel populasi ternak di RPH Gerokgak pada tahun 2006.

Tabel  8. Populasi Ternak di RPH Gerokgak Tahun 2006

Desa Sapi 

(ekor)

Kambing 

(ekor)

Kerbau 

(ekor)

Kuda 

(ekor)

Domba 

(ekor)

Penyabangan 1.341 386 5 0 0
Musi 1.016 258 0 0 0
Sanggalangit 2.148 221 0 0 0
Gerokgak 3.537 1.204 0 0 0
Patas 3.629 164 3 0 0
Total 11.671 2.233 8 0 0

Sumber:    Data Pokok Kecamatan Gerokgak 2006

d. Data Teknis Kehut anan RPH Sumberkimo

RPH Sumberkimo berada pada  1140 34’ BT sampai 1140 42’ BT dan 80 6’ LS sampai  80 14’ LS. Sebelah selatan RPH Sumberkimo dibatasi oleh RPH Candikusuma, sebelah barat dibatasi oleh RPH Sumberklampok, sebelah utara dibatasi oleh Laut Bali, dan sebelah timur dibatasi oleh desa Penyabangan.

Peruntukan kawasan hutan RPH Sumberkimo yang luas totalnya 6097,19 Ha  didominasi untuk hutan lindung seluas 4822,79 Ha dan sisanya hutan produksi seluas 1274,40 Ha. Berdasarkan peta yang diterbitkan oleh BPKH Wilayah VIII Denpasar, terlihat bahwa penyebaran kawasan hutan produksi tipis memanjang mengikuti garis pantai. Hal ini disebabkan oleh kondisi topografi dan kelerengan RPH Sumberkimo yang sangat fluktuatif dari areal pantai ke pegunungan.

Vegetasi yang ada pada RPH Sumberkimo antara lain sonokeling, intaran, gmelina, sukun, nangka, kemiri, sengon, mahoni, salam, majegau, pelang, bekul, panggal buaya, cendana, bentawas, pulai, jati, bambu, suar dan gempinis.

Berdasarkan data primer BP2HP Wilayah IX Denpasar, industri yang ada di wilayah RPH Sumberkimo hanya ada empat yaitu: UD. Bumi Permai, CV. Adi Jaya, CV. Harapan Jaya dan UD. Rimba Karya. UD. Bumi Permai dan UD. Rimba Karya tergolong penampng, sedangkan CV. Adi Jaya dan CV. Harapan Jaya tergolong industri lanjutan.

e. Data Sosial Ekonomi RPH Sumberkimo

RPH Sumberkimo meliputi tiga desa yaitu desa Sumberkimo, desa Pemuteran dan desa Banyupoh. Kelima desa tersebut berbatasan langsung dengan hutan produksi  yang ada di RPH Sumberkimo.

Pada tahun 2007 jumlah total penduduk di RPH Sumberkimo sebesar 20.017 jiwa, terdiri dari laki-laki sebesar 10.117 jiwa atau 50,54% dan perempuan 9.900 jiwa atau 49,46%. Desa yang paling padat penduduknya adalah desa Pemuteran, diikuti oleh desa Sumberkimo dan desa Banyupoh. Secara rinci, jumlah total penduduk desa Pemuteran sebanyak 8.278 jiwa, terdiri dari laki-laki sebanyak 4.117 jiwa atau 49,73% dan perempuan 4.161jiwa atau 50,27%. Jumlah total penduduk desa Sumberkimo sebanyak 7.360 jiwa, terdiri dari laki-laki sebanyak 3.767 jiwa atau 51,18% dan perempuan 3.593 jiwa atau 48,82%. Jumlah total penduduk desa Banyupoh sebanyak 4.379 jiwa, terdiri dari laki-laki 2.233 jiwa atau 50,99% dan perempuan 2.146 jiwa atau 49,01%. Berikut tabel jumlah penduduk di RPH Sumberkimo pada tahun 2007.

Tabel 9. Jumlah Penduduk di RPH Sumberkimo Tahun 2007

Desa Luas 

(Km2)

2007 Presentase (%)
Lk Pr Jumlah 

Total

Lk Pr Jumlah 

Total

Sumberkimo 30,20 3.767 3.593 7.360 51,18 48,82 100,00
Pemuteran 30,33 4.117 4.161 8.278 49,73 50,27 100,00
Banyupoh 21,62 2.233 2.146 4.379 50,99 49,01 100,00
Total 82,15 10.117 9.900 20.017 50,54 49,46 100,00

Sumber: Kabupaten Buleleg Dalam Angka Tahun 2008

Sebagian besar penduduk yang ada di wilayah RPH Sumberkimo bekerja pada sektor pertanian sebanyak 3.153 jiwa atau 42,02%, diikuti perkebunan rakyat sebanyak 2.904 jiwa atau 38,70%, perdagangan sebanyak 642 jiwa atau 8,56%, perikanan sebanyak 448 jiwa atau 5,97%, peternakan sebanyak 285 jiwa atau 3,80% dan industri sebanyak 71 jiwa atau 0,95%. Sebagaimana pola yang ada kecamatan Gerokgak,  sektor pertanian dan perkebunan rakyat mendominasi mata pencaharian penduduk di wilayah RPH Gerokgak yaitu sebesar 6057 jiwa atau 80,72%. Berikut tabel mata pencaharian penduduk di wilayah RPH Sumberkimo tahun 2006.

Tabel 10. Mata Pencaharian Penduduk Pada RPH Sumberkimo Tahun 2006

Desa Total Pertanian Tanaman Pangan Peternakan Perikanan Perkebunan Rakyat Perdagangan Industri
Jml 

Jiwa

% Jml 

Jiwa

% Jml 

Jiwa

% Jml 

Jiwa

% Jml 

Jiwa

% Jml 

Jiwa

%
Sumberkimo 2327 935 40,18 123 5,28 38 1,63 851 36,57 354 15,21 26 1,11
Pemuteran 2911 1069 36,72 126 4,33 364 12,50 1158 39,78 156 5,36 38 1,31
Banyupoh 2265 1149 50,73 36 3,13 46 2,03 895 39,51 132 5,83 7 0,31
Total 7503 3153 42,02 285 3,80 448 5,97 2904 38,70 642 8,56 71 0,95

Sumber: Data Pokok Kecamatan Gerokgak 2006

Pada tahun 2006, luas sawah yang ditanami padi pada RPH Sumberkimo sebesar 88,00 Ha, sedangkan luas perkebunan rakyat yang ditanami kelapa adalah 230,00 Ha, jambu mete seluas 37,00 Ha dan tembakau 0,00 Ha. Dengan demikian petani pada RPH Sumberkimo hanya memiliki luas rata-rata lahan tanam sawah 0,03 Ha; 0,08 Ha untuk perkebunan rakyat kelapa; 0,013 Ha untuk jambu mete dan 0,00 Ha untuk tembakau.  Lebih terperinci luas rata-rata lahan tanam sawah para petani di desa Sumberkimo adalah 0,05 Ha, desa Banyupoh 0,03 Ha dan desa Pemuteran tidak ada yang memiliki lahan tanam sawah. Sedangkan pada desa Sumberkimo luas rata-rata lahan tanam perkebunan rakyat kelapa adalah 0,15 Ha; 0,01 Ha untuk jambu mete dan 0,00 Ha untuk tembakau. Pada desa Pemuteran luas rata-rata lahan tanam perkebunan rakyat kelapa adalah 0,07 Ha; 0,02 Ha untuk jambu mete dan 0,00 Ha untuk tembakau. Pada desa Banyupoh luas rata-rata lahan tanam perkebunan rakyat kelapa adalah 0,02 Ha; dan 0,00 Ha untuk jambu mete dan tembakau. Berikut tabel luas tanam pertanian dan perkebunan rakyat di RPH Sumberkimo pada tahun 2006.

Tabel 11. Luas Tanam Pertanian dan Perkebunan Rakyat RPH Sumberkimo Tahun 2006

Desa Luas Tanam (Ha)
Pertanian Perkebunan Rakyat
Sawah Kelapa Jambu Mete Tembakau
Sumberkimo 48,00 126,00 12,00 0,00
Pemuteran 0,00 82,00 25,00 0,00
Banyupoh 40,00 22,00 0,00 0,00
Total 88,00 230,00 37,00 0,00

Sumber: Data Pokok Kecamatan Gerokgak 2006

Jumlah populasi ternak yang ada di RPH Sumberkimo pada tahun 2006 tergolong besar yaitu 12.360 ekor sapi, 1.688 ekor kambing, 3 ekor kerbau dan 31 ekor kuda. Jumlah yang besar tersebut jelas berkorelasi positif terhadap kebutuhan hijauan makanan ternak (HMT) dan masalah penggembalaan liar. Apalagi iklim tropis yang melingkupi RPH Sumberkimo menyulitkan masyarakat kesulitan mencari HMT pada musim kemarau.

Tabel  12. Populasi Ternak di RPH Sumberkimo Tahun 2006

Desa Sapi 

(ekor)

Kambing 

(ekor)

Kerbau 

(ekor)

Kuda 

(ekor)

Domba 

(ekor)

Sumberkimo 2.438 438 3 0 0
Pemuteran 7.659 922 0 31 0
Banyupoh 2.263 328 0 0 0
Total 12.360 1.688 3 31 0

Sumber:    Data Pokok Kecamatan Gerokgak 2006

3. Pembahasan

Kecamatan Gerokgak bagian timur meliputi RPH Sumberkimo dan RPH Gerokgak dan delapan desa yaitu desa Sumberkimo, Pemuteran, Banyupoh, Penyabangan, Musi, Sanggalangit, Gerokgak dan Patas.

Iklim kecamatan Gerokgak bagian timur termasuk iklim tropis, dengan curah hujan sedikit pada daerah pantai. Topografinya yang sangat fluktuatif dari dataran rendah sampai pegunungan menjadikan kawasan hutan di wilayah kecamatan Gerokgak hanya sedikit miliki hutan produksi tetap yaitu seluas 1.274,40 Ha atau 4,47%; hutan produksi terbatas seluas 2.910,40 Ha atau 10,20%. Selebihnya untuk hutan lindung seluas 11.523,54 Ha atau 40,40% dan taman nasional seluas 12.814,89 Ha atau 44,93%. Sayangnya luas lahan kritis pada kawasan hutan di kecamatan Gerokgak sangat besar,  mencapai 82,83% atau 28.632 Ha

Sebagian besar penduduk kecamatan Gerokgak bagian timur bekerja pada sektor pertanian dan perkebunan rakyat. Pada tahun 2006, di RPH Gerokgak penduduk yang bekerja pada sektor pertanian dan perkebunan rakyat mencapai 60,94%,  dengan luas tanam sawah hanya 0,08 Ha  dan 0,45 Ha untuk perkebunan rakyat. Sedangkan di RPH Sumberkimo penduduk yang bekerja di sektor pertanian dan perkebunan rakyat mencapai 80,72% dengan luas rata-rata lahan tanam sawah hanya 0,03 Ha dan 0,09 Ha untuk perkebunan rakyat. Dari data sosial ekonomi tersebut, wajar jika akhirnya muncul data bahwa kecamatan Gerokgak memiliki jumlah rumah tangga miskin paling banyak di kabupaten Buleleng, sebagaimana yang dilansir oleh koran Bisnis Bali.

Pada tahun 2006, jumlah ternak yang memerlukan hijauan makanan ternak (HMT) pada RPH Gerokgak dan Sumberkimo sebanyak 27.994 ekor. Banyaknya ternak yang dimiliki oleh penduduk dikarenakan mind set bahwa ternak merupakan tabungan yang berkembang cepat dan mudah untuk dijual kembali bila memerlukan uang. Sayangnya iklim tropis membuat HMT akan sulit dicari dari lahan milik mereka, bila musim kemarau tiba. Inilah yang menyebabkan maraknya penggembalaan liar dan kesengajaan pembakaran hutan pada kedua RPH tersebut.

Kontradiksi antara mata pencaharian, minimnya luas lahan tanam, dan banyaknya hewan ternak yang dimiliki masyarakat serta iklim tropis yang sering menyulitkan masyarakat mencari hijauan makanan ternak mau tak mau akan menekan hutan yang ada di kecamatan Gerokgak bagian timur dan membuat ketergantungan masyarakat terhadap hutan semakin tinggi.

Hal ini terlihat dari permasalahan-permasalahan yang muncul seperti pengelolaan lahan hutan tanpa ijin, penggembalaan liar, kebakaran hutan dan pencurian kayu. Dengan demikian ke depannya pengelolaan hutan di kecamatan Gerokgak bagian timur seharusnya melibatkan masyarakat sekitar hutan.

Potensi konflik pengelolaan kawasan hutan di kecamatan Gerokgak masih diperburuk dengan status kawasan hutan itu sendiri sebagai hutan lindung dan taman nasional yang mencapai 85,33% atau 24.338,43 Ha; sisanya 14,67% atau 4.184,80 Ha untuk hutan produksi (tetap dan terbatas). Dengan kata lain 4.184,80 Ha harus menanggung beban permasalahan sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan yang bekerja disektor pertanian dan perkebunan rakyat sekitar hutan dengan jumlah lebih dari 11.000 orang.

Melibatkan masyarakat sekitar hutan untuk mengelola hutan produksi yang ada di kecamatan Gerokgak bagian timur adalah sebuah keharusan. Konsepsi peningkatan peran dan peluang bagi masyarakat lokal dalam pengelolaan hutan antara lain melalui (Affandi dalam http://www.fkkm.org):

  1. Penerapan pola kemitraan antara masyarakat, pengusahasaha kecil, dan pengusaha besar (HPH/HPHTI/BUMN/BUMD) dengan posisi transaksi yang adil dan seimbang. Pengusaha kecil, koperasi, atau kelompok masyarakat menjadi sub kontraktor kegiatan pengusahaan hutan (pembibitan, pembukaan lahan, penanaman, dll) sehingga perekonomian terintegrasi sebagai usaha bersama.
  2. Penciptaan dan pengembangan model-model pemberdayaan ekonomi masyarakat. Model-model tersebut seperti pengembangan hutan rakyat, Hutan Kemasyarakatan (HKm), Pengembangan Kawasan Penyangga (Buffer Zone), PMDH, dll.

Dalam buku Panduan Kehutanan Indonesia (1999) disebutkan berdasarkan jenis komoditas, pengusahaan hutan kemasyarakatan memiliki pola yang berbeda untuk setiap status kawasan hutan, disesuaikan dengan fungsi utamanya, yaitu:

  1. Pada kawasan hutan produksi dilaksanakan dengan tujuan utama untuk memproduksi hasil hutan, berupa kayu dan non kayu serta jasa lingkungan, baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk diusahakan.
  2. Pada kawasan hutan lindung dilaksanakan dengan tujuan utama tetap menjaga fungsi perlindungan terhadap air dan tanah (hidrologis), dengan memberi pemanfaatan hasil hutan berupa hasil hutan non kayu dan jasa rekreasi, baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk diusahakan. Tidak diperkenankan pemungutan hasil hutan kayu.
  3. Pada kawasan pelestarian alam dilaksanakan dengan tujuan utama untuk perlindungan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, yang pada hakekatnya perlindungan terhadap plasma nutfah. Oleh karena itu pada kawasan pelestarian alam, kegiatan hutan kemasyarakatan terbatas pada pengelolaan jasa lingkungan khususnya jasa wisata.

Dengan demikian hanya hutan produksilah yang memiliki peran paling besar dalam mengatasi masalah sosial ekonomi yang ada, sebab hutan lindung dan taman nasional hanya bisa memberikan jasa rekreasi. Itu pun pada zona pemanfaatan.  Minimnya luasan hutan produksi pada satu sisi dan banyaknya pemasalahan di sisi lain, mengharuskan BP2HP Wilayah IX Denpasar memikirkan pola intensifikasi pembangunan kehutanan dengan cara mengembangkan teknik-teknik pembangunan hutan yang cerdik dan inovatif, sehingga luasan hutan produksi yang sangat minim tersebut dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi negara dan rakyat.

Kebijakan birokrat seharusnya bukan hanya sampai pada legal akses pengelolaan hutan (menyediakan lahan), tetapi juga pada kebijakan fiskal sebagaimana yang ada di pengelolaan sumberdaya hutan bersama masyarakat (PHBM) di kabupaten Ngawi. Kebijakan ini juga dilakukan pada pembangunan pertanian di Jepang bahkan sejak jaman Meiji.

Bagi pemerintah kabupaten Ngawi PHBM bukan hanya sekedar statement politik saja, tetapi lebih dari itu semenjak tahun 2003 Pemerintah Kabupaten Ngawi juga telah mengalokasikan anggaran melalui dana APBD untuk mendukung pelaksanaan pendampingan masyarakat sekitar hutan dalam program PHBM. Bentuk keterlibatan Pemerintah Kabupaten yang ikut terlibat aktif, bahkan sampai rela membiayai program PHBM dari dana APBD ini masih sangat langka dijumpai di Indonesia. Di saat banyak bupati yang sibuk mempertanyakan kontribusi dan peranan sektor kehutanan dalam menyumbangkan dana untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pemerintah Kabupaten Ngawi bahkan rela menggelontorkan dana untuk mensukseskan pelaksanaan program PHBM, tanpa menuntut timbal balik kontribusi (sharing) nantinya dari program PHBM bagi kas daerah. Oleh karena itu model kerjasama antara pemerintah Kabupaten Ngawi dan Perum Perhutani dalam melaksanakan program PHBM ini dapat menjadi contoh dan salah satu bentuk referensi bagaimana sinergi yang pengelolaan hutan di era otonomi daerah (Yuwono dalam www.fkkm.org). Artinya pengelolaaan hutan produksi di kecamatan Gerokgak bagian timur bukan hanya melibatkan departemen kehutanan dan masyarakat sekitar hutan, tapi juga melibatkan pemerintah daerah (kabupaten Buleleng) secara aktif.

Sebenarnya masyarakat di sana telah memiliki kesadaran untuk mengelola dan memanfaatkan hutan secara arif. Sebagaimana diungkap oleh KRPH Gerokgak, besarnya kepentingan subak terhadap kelestarian air dan kesadaran bahwa keberadaan hutan akan mempengaruhi kelestarian air, menjadikan mereka sangat peduli terhadap kelestarian hutan. Modal tersebut seharusnya bisa dioptimalkan dan ditularkan kepada masyarakat lainnya di wilayah kecamatan Gerokgak bagian timur dalam pengelolaan hutan.

C. Kesimpulan dan Saran

1. Kesimpulan

Dari kegiatan pemantauan data hutan produksi di kecamatan Gerokgak bagian timur dapat disimpulkan sebagai berikut:

  1. Luas total kawasan hutan pada kecamatan Gerokgak sebesar 28.523,23 Ha. Berdasarkan fungsinya terdiri dari hutan lindung 11.523,54 Ha atau 40,40%, hutan produksi 1.274,4 Ha atau 4,47%, hutan produksi terbatas 2.910,4 Ha atau 10,20% dan taman nasional 12.814,89 Ha atau 44,93%.
  2. Pada tahun 2007 angka KK miskin pada Kecamatan Gerokgak paling tinggi yakni sebanyak 8.052 RTM.
  3. Sektor pertanian dan perkebunan rakyat mendominasi mata pencaharian penduduk di wilayah RPH Gerokgak yaitu sebesar 5.675 jiwa atau 60,94%.
  4. Sektor pertanian dan perkebunan rakyat mendominasi mata pencaharian penduduk di wilayah RPH Gerokgak yaitu sebesar 6.057 jiwa atau 80,72%.
  5. Pada tahun 2006 di RPH Gerokgak rata-rata luas tanam sawah 0,08 Ha  dan 0,45 Ha untuk perkebunan rakyat. Sedangkan di RPH Sumberkimo luas rata-rata lahan tanam sawah 0,03 Ha dan 0,09 Ha untuk perkebunan rakyat.
  6. Pada tahun 2006, jumlah ternak yang memerlukan hijauan makanan ternak (HMT) pada RPH Gerokgak dan Sumberkimo sebanyak 27.994 ekor.
  7. Permasalahan pengelolaan hutan pada RPH Gerokgak dan RPH Sumberkimo adalah pencurian kayu, kebakaran hutan, penggembalaan liar dan pengerjaan lahan tanpa ijin.
  8. Menurut Kabupaten Buleleng Dalam Angka Tahun 2008, pada tahun 2007 dari luas total kawasan hutan 34.566,21 Ha yang ada di kecamatan Gerokak terdapat lahan kritis sebesar 82,83% atau 28.632 Ha.
  9. Mengingat ketergantungan masyarakat sekitar hutan yang sangat tinggi terhadap hutan, maka pengelolaan hutan pada kecamatan Gerokgak bagian timur harus melibatkan masyarakat sekitar hutan agar permasalahan sosial ekonomi dan kehutanan bisa diselesaikan bersama-sama.

2. Saran

  1. Perlu survei/penelitian lanjutan yang lebih detail terutama untuk mengetahui tingkat kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dalam rangka menentukan bentuk pengelolaan hutan produksi pada kecamatan Gerokgak bagian timur.
  2. Pemberian legal akses kepada masyarakat sekitar hutan sebagai wujud pelibatan masyarakat dalam mengelola hutan.
  3. BP2HP Wilayah IX Denpasar juga harus memikirkan intensifikasi pembangunan hutan (teknik-teknik  pembangunan hutan yang cerdik dan inovatif), sehingga fungsi ekonomi dan ekologi hutan dapat tercapai.

Satu komentar di “PEMANTAUAN DATA HUTAN PRODUKSI DI KECAMATAN GEROKGAK BAGIAN TIMUR, KABUPATEN BULELENG, PROVINSI BALI

  1. Tulisan ini di up load untuk sharing data, karena data kehutanan yang ada di “dunia maya” minim sekali. Semoga bermanfaat. Salam. Neny Triana

    Suka

Tinggalkan komentar