FORESTRY

STANDARD VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (SVLK)*


Oleh: Neny Triana S.Hut

Dasar Hukum

—  Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.38/Menhut-II/2009.

—  Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Nomor P.6/VI-Set/2009.

—  Peraturan Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan Nomor P.2/VI-BPPHP/2010.

 

Apa itu SVLK dan SLK?

SVLK adalah persyaratan untuk memenuhi legalitas kayu/produk yang dibuat berdasarkan kesepakatan para pihak (stakeholder) kehutanan yang memuat standard, kriteria, indikator, verifier, metode verifikasi dan norma penilaian (Permenhut  No. P.38/Menhut-II/2009 Pasal 1 Ayat 10).

Sertifikat Legalitas Kayu (SLK) adalah surat keterangan yang diberikan kepada pemegang izin atau pemilik hutan hak yang menyatakan bahwa pemegang izin atau pemilik hutan hak telah mengikuti standard legalitas kayu (legal compliance) dalam memperoleh hasil hutan kayu (Permenhut  No. P.38/Menhut-II/2009 Pasal 1 Ayat 12).

 

Jadi SLK akan diperoleh oleh pemegang izin atau pemilik hutan hak, jika telah memenuhi SVLK yang dinilai melalui proses verifikasi.  Prinsip dari VLK adalah menguji keterlacakan sejak dari produk kayu mundur ke sumber/asal usul kayu dan sekaligus menguji pemenuhan kewajiban daan ketaatan terhadap peraturan yang berlaku yang mengalur secara konsisten. Karena sertifikat LK ini bersifat mandatory, maka semua perusahaan kehutanan di Indonesia wajib mengikuti SVLK.

 

Mengapa perlu SVLK?

Banyaknya tudingan dari luar negeri  yang mengatakan bahwa di Indonesia masih banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran di bidang kehutanan terutama pembalakan liar. Pada tahun 2003, Greenpeace membuat publikasi yang mencengangkan Pemerintah Indonesia maupun Negara-negara importer kayu Indonesia yang menyatakan bahwa 80% produk ekspor kayu Indonesia berasal dari pembalakan liar.  Tudingan tersebut telah menekan pemasaran dan harga produk kayu Indonesia, karena kredibilitas kayu Indonesia diragukan dari sisi legalitas apalagi kelestarian produksinya. Maka pada tahun 2003, Pemerintah berinisiatif untuk bersama-sama para pemangku kepentingan kehutanan di Indonesia menyusun definisi legalitas kayu. Akhirnya, pada tanggal 12 Juni 2009, Menteri kehutanan menerbitkan Permenhut No. P.38/Menhut-II/2009 tentang Standard dan Pedoman PK PHPL dan VLK pada Pemegang Izin atau pada Hutan Hak.

Jadi nilai penting SVLK ini adalah:

  • Image Indonesia membaik
  • Produk kayu Indonesia diakui dan diterima di pasar (internasional)
  • Perbaikan forestry governance (di pemerintah, swasta, masyarakat)
  • Tercapainya kelestarian hutan Indonesia

 

Siapa saja yang boleh mengajukan SVLK?
Berdasarkan Perdirjen BPK No. P. 2/VI-BPPHH/2010, yang menjadi subyek SVLK adalah:

  • Pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam (IUPHHK-HA/HPH), Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT/)HP-HTI), Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE)
  • Pemegang Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Rakyat (IUPHHK-HTR) dan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Kemasyarakatan (IUPHHK-HKm)
  • Pemegang Izin Pemanfaatan Kayu (IPK)
  • Pemegang Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IUIPHHK) dan Izin Usaha Industri (IUI) Lanjutan
  • Pemilik Hutan Hak

 

 

Siapa yang menerbitkan Sertifikat LK?

Sertifikat Legalitas Kayu diterbitkan oleh Lembaga Penilai dan Verifikasi Independen (LP&VI) yang telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN), antara lain: PT Properindo Jasatama, PT Equality Indonesia,  PT Wanakhatulistiwa Jaya, PT Sucofindo, Badan revitalisasi Industri Kehutanan (BRIK), PT Mutu Agung Lestari, PT Nusantara Lestari Jaya, PT Forest Citra Sejahtera dan masih banyak lagi.

 

Apa saja standar, kriteria, indikator, verifier, metode verifikasi dan norma penilaiannya?

Standard,criteria, indicator, verifier, metode verifikasi dan norma penilaian untuk masing-masing pemegang izin dan pemilik hutan hak telah diatur secara lengkap pada Perdirjen BPK no. P.2/VI-BPPHH/2010.

  • SVLK pemegang izin IUPHHK-HA (HPH), IUPHHK-HT (HP-HTI) dan IUPHHK-RE diatur pada Lampiran 2.1 huruf A Perdirjen BPK No. P.02/VI-BPPHH/2010.
  • SVLK pemegang izin IUPHHK-HTR dan IUPHHK-HKm diatur pada Lampiran 2.1 huruf B Perdirjen BPK No. P.02/VI-BPPHH/2010.
  • SVLK pemilik Hutan Hak diatur pada Lampiran 2.1 huruf C Perdirjen BPK No. P.02/VI-BPPHH/2010.
  • SVLK pemegang izn IPK diatur pada Lampiran 2.1 huruf D Perdirjen BPK No. P.02/VI-BPPHH/2010.
  • SVLK pemegang izin IUIPHHK  dan IUI Lanjutan diatur pada Lampiran 3.1 huruf A Perdirjen BPK No. P.02/VI-BPPHH/2010.

 

Bagaimana cara mendapatkan SLK?

Dibawah ini akan diterangkan  proses untuk mendapatkan SLK.

A. PERMOHONAN VERIFIKASI

  1. Pemegang Izin mengajukan permohonan verifikasi kepada LV-LK yang memuat sekurang-kurangnya ruang lingkup verifikasi, profil Pemegang Izin dan informasi lain yang diperlukan dalam proses verifikasi LK.
  2. Sebelum melakukan kegiatan verifikasi lapangan, LV-LK harus melaksanakan pengkajian permohonan verifikasi dan memelihara rekamannya untuk menjamin agar:
    1. persyaratan untuk verifikasi didefinisikan dengan jelas, dipahami, dan didokumentasikan;
    2. menghilangkan perbedaan pengertian antara LV-LK dan Pemegang Izin;
    3. LV-LK mampu melaksanakan jasa verifikasi LK yang diminta, dan menjangkau lokasi operasi Pemegang Izin.
    4. LV-LK menyelesaikan urusan kontrak kerja dengan Pemegang Izin.
    5. Dalam hal pelaksanaan verifikasi dibiayai dari dana Pemerintah, maka pelaksanaan verifikasi tidak melalui permohonan oleh Pemegang Izin kepada LV-LK, namun dilakukan penetapan oleh Pemerintah dan Pemerintah menerbitkan Surat Pemberitahuan kepada Pemegang Izin yang akan diverifikasi.
    6. LV-LK mengumumkan rencana pelaksanaan verifikasi LK terhadap Pemegang Izin di media massa dan website Departemen Kehutanan (www.dephut.go.id) minimal 7 (tujuh) hari kalender sebelum pelaksanaan verifikasi, agar Lembaga Pemantau Independen dapat memberi masukan atau informasi berkaitan dengan pelaksanaan verifikasi pada Pemegang Izin tersebut.

 

B. PERENCANAAN VERIFIKASI

  1. Persiapan

LV-LK harus mempersiapkan rencana kegiatan verifikasi, antara lain :

  1. Penunjukan personil Auditor, terdiri dari Lead Auditor dan Auditor,
  2. Jadwal pelaksanaan kegiatan verifikasi,
  3. Dokumen kerja auditor.
  4. Rencana verifikasi

LV-LK menginformasikan kepada Pemegang Izin mengenai dokumen yang dibutuhkan dan meminta kepada Pemegang Izin untuk menunjuk Manajemen Representatif yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan verifikasi legalitas kayu yang dituangkan dalam bentuk Surat Kuasa dan/atau Surat Perintah Tugas. Informasi tersebut disampaikan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kalender sebelum dilakukan verifikasi.

C. PELAKSANAAN VERIFIKASI

Pelaksanaan verifikasi lapangan terdiri atas tiga tahapan yakni Pertemuan Pembukaan, Verifikasi Dokumen dan Observasi Lapangan, dan Pertemuan Penutupan.

  1. Pertemuan Pembukaan
    1. Merupakan pertemuan antara Tim Auditor dengan Manajemen Pemegang Izin yang bertujuan untuk memberikan penjelasan mengenai tujuan kegiatan verifikasi, ruang lingkup, jadwal, metodologi dan prosedur kegiatan serta meminta Surat Kuasa dan/atau Surat Perintah Tugas untuk Manajemen Representatif.
    2. Dari pertemuan tersebut diharapkan ketersediaan, kelengkapan dan transparansi data yang dibutuhkan oleh Tim Auditor dapat dipenuhi oleh Pemegang Izin.
    3. Hasil pertemuan tersebut di atas dituangkan dalam Berita Acara Pertemuan Pembukaan yang dilampiri dengan Daftar Hadir Pertemuan.
    4. Verifikasi Dokumen dan Observasi Lapangan
      1. LV-LK wajib melaksanakan verifikasi LK pada dokumen Pemegang Izin dan pemilik hutan hak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
      2. Bagi IUPHHK-HA, IUPHHK-HT, IUPHHK-RE, IUPHHK-HTR, IUPHHK-HKm, IPK dan Pemilik Hutan Hak,  LV-LK wajib melakukan penelusuran asal usul kayu dari setiap simpul ke simpul sebelumnya yang dimulai dari TPK dan/atau TPK Antara Pemegang Izin sampai ke tempat penebangan guna menguji keterlacakan kayu ke asal usul dan memastikan bahwa kayu telah memenuhi legal compliance serta memenuhi unsur legalitas.
      3. Verifikasi dokumen, merupakan kegiatan untuk menghimpun, mempelajari, serta menganalisis data dan dokumen agar dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
      4. Observasi lapangan, merupakan kegiatan pengamatan, pencatatan, uji petik dan penelusuran untuk menguji kebenaran data. Hasil pengamatan lapangan akan dianalisa dengan menggunakan criteria  dan indikator yang telah ditetapkan untuk dapat melihat pemenuhannya.
      5. Pertemuan Penutupan
        1. Merupakan pertemuan antara Tim Auditor dengan Pemegang Izin untuk memaparkan hasil kegiatan verifikasi dan mengkonfirmasi temuan-temuan di lapangan.
        2. b. Dalam hal masih terdapat dokumen yang belum dapat diperlihatkan Pemegang Izin diberikan kesempatan untuk menyampaikan kekurangan dokumen selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kalender sejak pertemuan penutupan, dan bila sampai dengan batas waktu tersebut tidak dapat memperlihatkan dokumen maka dinyatakan tidak memenuhi
        3. Hasil pertemuan penutupan dituangkan dalam bentuk Berita Acara Pertemuan Penutupan dilampiri dengan Daftar Hadir pertemuan.
        4. Dalam hal Manajemen Representatif tidak bersedia untuk menandatangani Berita Acara Pertemuan Penutupan maka dibuatkan Berita Acara Penutup.

 

D. Pelaporan

Laporan Hasil Verifikasi:

  1. Memuat informasi yang lengkap dan disajikan dengan jelas serta berurutan untuk bahan pengambilan keputusan penerbitan Sertifikat LK.
  2. Disusun dengan mengacu pada format pelaporan yang berlaku.
  3. Disajikan dalam bentuk buku dan soft copy untuk disampaikan kepada Pemegang Izin dalam waktu 14 hari kalender setelah selesainya Pertemuan Penutupan.

 

E. PENGAMBILAN KEPUTUSAN

  1. Keputusan memberi sertifikat atau tidak atas LK dilakukan oleh Pengambil Keputusan LV-LK berdasarkan laporan auditor. Dalam hal tenaga tetap sebagai Pengambil Keputusan tidak kompeten, maka Pengambil Keputusan harus didampingi personil yang kompeten yang bukan dari auditor yang melakukan verifikasi.
  2. Keputusan pemberian Sertifikat LK diberikan jika semua norma penilaian untuk setiap verifier pada Standar Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Izin “Memenuhi”.
  3. Dalam hal hasil verifikasi “Tidak Memenuhi”, LV-LK menyampaikan laporan hasil verifikasi kepada Pemegang Izin dan LV-LK memberi kesempatan Pemegang Izin untuk memperbaiki verifier yang “Tidak Memenuhi” dengan batas waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kalender sejak Pemegang Izin menerima laporan hasil verifikasi.
  4. LV-LK tidak boleh mendelegasikan kewenangan pengambilan keputusan kepada orang lain atau institusi lain untuk memberikan, memelihara, memperluas, menunda atau mencabut Sertifikat LK.
  5. LV-LK harus memberikan dokumen Sertifikat LK yang ditandatangani oleh Pengambil Keputusan kepada setiap Pemegang Izin yang telah memenuhi semua norma penilaian SVLK.

 

F. PENERBITAN SERTIFIKAT

  1. Sertifikat LK sekurang-kurangnya berisi nama perusahaan atau pemegang izin dan lokasi, nomor izin, nama LV-LK berikut logonya, Logo KAN, tanggal penerbitan, masa berlaku dan nomor identifikasi sertifikasi, serta referensi standar LK
  2. Masa berlaku Sertifikat LK adalah selama 3 (tiga) tahun.
  3. Penggunaan logo KAN dalam Sertifikat LK mengacu pada Pedoman KAN 12-2004.
  4. Bagi pemegang izin IUPHHK-HA, IUPHHK-HT, IUPHHK-RE, IUPHHK-HTR, IUPHHK-HKm, IPK dan Pemilik Hutan Hak, kayu hasil verifikasi LK, akan diidentifikasi sebagai berikut :
    1. Terhadap kayu yang bersumber dari hutan bersertifikat PHPL, logonya berwarna “hijau”.
    2. Terhadap kayu yang bersumber dari hutan yang bersertifikat LK, logonya berwarna “kuning”.
    3. Bagi Pemegang Izin IUIPHHK dan IUI Lanjutan, produk kayu yang dihasilkan dari sumber bahan baku yang telah memiliki sertifikat PHPL, LK, atau Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.55/Menhut- II/2006 dan/atau Nomor P.51/Menhut-II/2006 atau pencampurannya maka akan diidentifikasi sebagai berikut :
      1. Terhadap produk kayu yang bahan bakunya bersumber 100% dari hutan bersertifikat PHPL, logonya berwarna “hijau”.
      2. Terhadap produk kayu yang bahan bakunya bercampur dari hutan yang bersertifikat PHPL dan Sertifikat LK, logonya berwarna “biru”.
      3. Terhadap produk kayu yang bahan bakunya bersumber 100% dari hutan yang bersertifikat LK, logonya berwarna “kuning”.
      4. Terhadap produk kayu yang bahan bakunya bercampur dari hutan PHPL, Sertifikat LK dan Non Sertifikat LK tetapi memenuhi Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.55/Menhut-II/2006 dan/atau Nomor P.51/Menhut- II/2006, atau berasal dari Sertifikat LK dan Non Sertifikat LK tetapi memenuhi Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.55/Menhut-II/2006 dan/atau Nomor P.51/Menhut-II/2006 logonya berwarna “coklat”.
      5. Terhadap produk kayu yang bahan bakunya bersumber 100% hanya memenuhi Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.55/Menhut-II/2006 dan/atau Nomor P.51/Menhut-II/2006, logonya berwarna “merah”.
      6. LV-LK wajib menyampaikan rekapitulasi penerbitan Sertifikat LK kepada LV-LK wajib menyampaikan rekapitulasi penerbitan Sertifikat LK kepada Direktur Jenderal setiap 3 (tiga) bulan, untuk selanjutnya dipublikasikan melalui website Departemen Kehutanan (www.dephut.go.id).
      7. LV-LK harus mempublikasikan setiap penerbitan, perubahan, dan penangguhan pencabutan sertifikat dengan dilengkapi resume hasil audit di media massa dan  website Departemen Kehutanan (www.dephut.go.id) segera setelah penetapan keputusan tersebut.

 

Bagaimana jika masa berlaku SLK habis?

Pemegang izin dan pemilik hutan hak harus melakukan re-sertifikasi dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. Pelaksanaan re-sertifikasi dilaksanakan sebelum berakhirnya masa berlaku sertifikat Pemegang Izin;
  2. Pemegang Izin harus mengajukan permohonan tertulis kepada LV-LK terkait pelaksanaan re-sertifikasi selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya masa berlaku Sertifikat LK.
  3. Pelaksanaan audit re-sertifikasi dilakukan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan sebelum berakhirnya masa berlaku Sertifikat LK.
  4. Biaya pelaksanaan re-sertifikasi dibebankan kepada Pemegang Izin.

 

PENILIKAN

  1. LV-LK harus memiliki prosedur yang terdokumentasi untuk melaksanakan kegiatan penilikan verifikasi LK.
  2. Pelaksanaan penilikan dilakukan setiap 1 (satu) tahun selama masa berlakunya sertifikat LK dan dilakukan paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak Pertemuan Penutupan.
  3. LV-LK harus mewajibkan Pemegang Izin untuk melaporkan adanya perubahan penting apabila terjadi:
    1. Hal-hal yang mempengaruhi sistem legalitas kayunya, atau
    2. Perubahan kepemilikan, atau
    3. Struktur atau manajemen pemegang izin.
    4. Dalam hal adanya perubahan sebagaimana butir C dan dipandang perlu, maka LVLK dapat melakukan verifikasi lebih lanjut.
    5. LV-LK wajib melakukan verifikasi lebih lanjut jika terjadi perubahan dalam standar verifikasi LK yang harus dipenuhi oleh Pemegang Izin yang diverifikasi.
    6. LV-LK harus mendokumentasikan kegiatan penilikannya dalam bentuk Laporan Hasil Penilikan.
    7. ika hasil penilikan merekomendasikan pencabutan Sertifikat LK, maka pembahasan pencabutan Sertifikat LK dilaksanakan melalui mekanisme Pengambilan Keputusan.
    8. Biaya pelaksanaan penilikan dibebankan kepada Pemegang Izin.

 

 

AUDIT KHUSUS

  1. Pelaksanaan audit khusus atau disebut juga dengan audit tiba-tiba dilakukan untuk menginvestigasi keluhan (keberatan) berkaitan dengan :
    1. Informasi lain yang menunjukkan bahwa sudah tidak memenuhi lagi persyaratan LK sesuai ketentuan yang berlaku
    2. Perubahan-perubahan yang signifikan dari Pemegang Izin .
    3. Sebelum dilaksanakan audit khusus, LV-LK harus mengkonfirmasikan waktu pelaksanaan audit kepada Pemegang Izin paling lambat 7 (tujuh) hari kalender sebelum pelaksanaan audit khusus.
    4. Biaya pelaksanaan audit khusus dibebankan kepada Pemegang Izin.

 

KEBERATAN

Bila dalam proses sertifikasi dan atau keputusan sertifikasi, pemegang ijin dan atau Lembaga Pemantau Independen (LPI) merasa keberatan, mereka dapat mengajukan keberatan kepada LVLK. Namun jika LVLK tidak mampu menyelesaikan keberatan dimaksud, pemegang izin dan atau LPI bias mengajukan keberatan kepada KAN. Pedoman pengajuan dan penyelesaian keberatan dalam pelaksanaan verifikasi legalitas kayu diatur dalam Lampiran 5. Perdirjen BPK No. P.02/VI-BPPHH/2010.

 

*Tulisan ini diseminarkan dalam Seminar Verifikasi Legalitas Kayu dan Pengenalan Satwa

di BPKH Wilayah VIII    Denpasar tanggal 10 Agustus 2010

33 komentar di “STANDARD VERIFIKASI LEGALITAS KAYU (SVLK)*

  1. Assalamu’alaikum. Salam kenal ya mbak..,saya cuma ingin mengemukakan pendapat saya bahwa mengapa SVLK seolah-olah hanya dibebankan pada kepentingan ekspor saja? Sehingga terkesan bahwa produk tujuan lokal tidak memperhatikan terhadap kepentingan legalitas kayu. Apa tidak lebih baik kalau SVLK ini juga diterapkan pada semua produk kayu baik tujuan ekspor maupun lokal. Saya yakin dengan adanya kebijakan dan penegasan oleh pemerintah terhadap SVLK ini, lambat laun juga akan mengurangi dan menuntaskan persoalan pembalakan liar. Bener gak mbak?

    Suka

    • Waalaikumus salam wr wb. Salam kenal juga.. BTW, saya dulu memiliki kawan sekolah yang namanya sama dengan Anda 🙂
      SVLK sifatnya mandatory untuk semua pemegang izin baik IUPHHK-HA/HT, hutan hak, IUIPHHK, IUL, bahkan peraturan yang terbaru juga TDI. Jadi pengarajin pun diwajibkan mendapatkan SLK, cuma nanti untuk industri kecil boleh mendapatkannya secara kolektif.

      SVLK berlaku untuk semua produk lokal dan ekspor :). Hanya saja bagi konsumen lokal memang kesadaran untuk menjadi “green buyer” masih kurang dibanding konsumen dari Eropa, misalnya. SVLK ini memang dirancang sebagai salah satu regulasi untuk mengatasi illegal logging, Mas. Jadi bener sekali, statement Mas Hery Kurniawan!

      Terima kasih sudah datang ke blog saya
      Salam
      Neny Triana

      Suka

  2. Dear Mbak Neny Triana,

    Terima kasih atas sharing infonya. Tentunya sangat bermanfaat sekali.
    Boleh nanya ya mbak;

    Bagaimana implementasinya bagi usaha trading ekspor kayu ?
    Ada juga mereka yang “semi-trading” , yaitu membeli bahan baku dan menjasakan bahan tersebut di industri wood-working.

    Apakah mereka juga harus apply sertifikasi ini ?

    Mohon kiranya mbak neny berkenan memberikan informasi bagi hal ini.
    Sebelumnya, kami haturkan terima kasih banyak.

    Adi R.

    Suka

    • Dear Mas Adi,

      Maaf baru menjawab.
      Dalam peraturan yang baru yaitu Permenhut P.68/Menhut-II/2011 Pasal 1 Angka 11 menyebutkan bahwa Pasal 18 Ayat 3 Permenhut P.38/Menhut-II/2009 menjadi berbunyi: “(3)Terhadap IUI dan TDI, termasuk industri rumah tangga/pengrajin dan pedagang ekspor diwajibkan untuk memiliki S-LK selambat-lambatnya 2 (dua) tahun terhitung sejak diberlakukannya Peraturan ini.”

      Permenhut P.68/Menhut-II/2011 diterbitkan pada tanggal 21 Desember 2011.

      Jadi menjawab pertanyaan Mas Adi, usaha trading kayu ekspor dan semi trading wajib apply SVLK.

      Demikian jawaban saya, semoga bermanfaat.
      Terima kasih sudah datang ke blog saya.

      Salam
      Neny Triana

      Suka

  3. Mau nanya sedikit mba!

    Kalau misalkan suatu ada kasus begini:
    1. Suatu FMU memperoleh IUPPHK HTI atau HTR maupun HKm baru memperoleh ijin setelah 1 tahun atau lebih berlakunya Permenhut No. 68 tahun 2011. Dengan daur tanaman misalkan 8 tahun, atau lebih lama lagi seperti RE misalkan 15 tahun atau lebih. Apakah meskipun belum ada kegiatan pemanenan/logging/produksi, tetap minimal dapat Sertifikat Legalitas Kayu? Kalau Ya, kapan selambat-lambatnya FMU tersebut harus mendapat SLK sejak diterbitkannya ijin?
    2. Suatu FMU memperoleh IUPHHK RE dengan rencana pemanfaatan kayu setelah minimal daur 15 tahun atau lebih, namun kayu bukan merupakan komoditi utama. misalkan FMU bisa menjual karbon, jasa lingkungan, penelitian dan wisata di areal ijin RE, apakah juga tetap mendapat SLK dan PHPL?

    Terimakasih atas penjelasanya?

    Suka

    • Halo Mas Sugeng,

      Menjawab pertanyaan 1. Dalam Permenhut P.68/Menhut-II/2011 Pasal 18 ayat 2 disebutkan “terhadap IUPHHK-HA, IUPHHK-HT, IUPHHK-RE, pemegang hak pengelolaan atau IUIPHHK diwajibkan untuk memiliki S-PHPL atau S-LK selambat-lambatnya 1 (satu) tahun terhitung sejak diberlakukannya Peraturan ini. Permenhut tersebut berlaku sejak 21 Desember 2011. Jadi walaupun baru pemegang ijin ya harus tetap aplikasi SVLK. Cuma memang sampai sekarang belum ada sangsi, jika FMU tidak aplikasi SVLK.

      Menjawab pertanyaan 2. Kegiatan IUPHHK-RE adalah pemeliharaan, perlindungan dan pemulihan ekosistem hutan termasuk penanaman, pengayaan, penjarangan, pengangkaran satwa, pelepasliaran flora dan fauna (PP 6 Tahun 2007 Pasal 35 ayat 2). Sedangkan FMU yang menjual carbon, jasa lingkungan dan wisata menggunakan skema ijin IUPJL. IUPJL tidak termasuk dalam obyek S-PHPL maupun S-lK sebagaimana diatur dalam Permenhut p.38/Menhut-ii/2009 jo Permenhut P.68/Menhut-ii/2011.

      Demikian jawaban saya. Semoga bermanfaat.
      Terima kasih sudah datang ke blog saya.

      Salam
      Neny Triana

      Suka

  4. Pingin tau sedikit mba…
    Saya made dari bali, saya akan membuka. Usaha jual kerajinan patung dan meja jati, dan saya blm mempunyai ijin svlk seperti yang saya dengar dari teman2 bisnis saya bahwa , saya harus mempunyai svlk kalau saya ingin export barang k luar negri. Dan bagaimana cara saya untuk mendapatkan ijin svlk tersebut,? Dan data2 apa saya yang harus saya siapkan,? Saya dari ubud,Bali. Dan dimana saya harus mengurus ijin tersebut?
    Mohon penjelasan dan petunjuknya,
    Oh ya kalo bisa kirim e mail. Balasannya ya di madesumarayana@yahoo.com
    Terima kasih,

    Suka

    • Yang penting untuk disiapkan adalah data-data yang akan diverifikasi oleh auditor SVLK. Data-data yang akan diaudit antara lain KTP/SIM/KK, NPWP, akta notaris pembentukan kelompok pengrajin, dokumen jualbeli, laporan produksi. Data-data yg diaudit adalah data-data selama satu tahun ke belakang. Untuk lebih jelasnya silahkan dilihat pada Perdirjen BUK No.8/VI-BPPHH/2012.

      Suka

    • Maaf, Mas. Untuk biaya aplikasi pembubuhan “tanda v legal” saya tidak tahu. Cuma penyebutan “biaya” yang diatur dalam Perdirjen Bina Usaha Kehutanan P.8/VI-BPPHH/2012 adalah biaya penerbitan dokumen v legal. Sebaiknya Mas bertanya langsung ke Direktorat Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan Kemenhut.

      Salam
      Neny

      Suka

  5. mf mau tanya sdikit mbak…saya seorang pengrajin dr akar jati atau gembol padahal itu kan namanya udah limbah dari pihak perhutani maupun kehutanan sudah mengizinkan terus saya mau kirim ke bali katanya gk bisa saya hrus punya svk trus saya ngurusnya dimana? mahal gk ya…?saya hanya pengrajin kecil apa hrus punya svk trims mbak mohon penjelasannya…

    Suka

    • Yang dimaksud dengan pengrajin pada peraturan SVLK adalah industri rumah tangga/pengrajin adalah industri kecil skala rumah tangga dengan nilai investasi sampai dengan Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) di luar tanah dan bangunan dan/atau memiliki tenaga kerja 1 (satu) sampai dengan 4 (empat) orang. Bila Bapak masuk kategori tersebut, berarti Bapak memang benar pengrajin. Bila di luar kategori tersebut, berarti Bapak seharusnya mengurus izin industri pada Dinas Perindustrian.

      Akan tetapi untuk pengrajin, bisa memakai Sertifikat Legalitas Kayu (SLK) atau Daftar Kesesuaian Pemasok (DKP). Dokumen DKP ini yang membuat adalah pengrajin sendiri. Pemerintah memang memberikan kelonggaran aturan SVLK untuk TPT dan industri rumah tangga/pengrajin.

      Bila Bapak ingin mendapatkan SLK (Sertifikat Legalitas Kayu), maka harus melalui proses SVLK (Standard Verifikasi Legalitas Kayu). Yang bisa melakukannya adalah LVLK antara lain PT BRIK, PT Sucofindo, PT Transtra Permada dan lain-lain. Jadi Bapak harus meminta perusahaan tersebut untuk memverifikasi usaha Bapak. Standar biaya untuk proses SVLK pengrajin adalah Rp 6.663.800,00. Biaya tersebut belum termasuk ongkos tiket kelas ekonomi. Jadi total biaya untuk proses SVLK Rp 6.663.800,00 + ongkos tiket.

      Berikut adalah peraturan tentang SVLK: Permenhut P.43/Menhut-II/2014, Permenhut P.95/Menhut-II/2014 dan Perdirjen BUK P.5/VI-BPPHH/2014.

      Demikian, semoga bermanfaat.
      Neny

      Suka

      • Memang benar, pengrajin bisa mengajukan secara berkelompok , sehingga biaya bisa ditanggung bersama. Dasarnya Permenhut P.43/Menhut-II/2014 jo Permenhut P.95/Menhut-II/2014 pasal 8 ayat 4 🙂

        Suka

  6. Mbak, kalau kami mau impor kayu dari luar negeri gmn ya ? apa kayu tersebut harus mengikuti SVLK juga ? ataukah setiap negara punya svlk sendiri? atau mgkn ada standard yg lain ? terima kasih.. sangat di tunggu bantuannya

    Suka

    • SVLK hanya berlaku di Indonesia, sehingga hanya wajib untuk pelaku usaha sektor kehutanan di Indonesia. Sertifikasi legalitas kayu di setiap negara berbeda-beda. Jadi, jika Bapak akan mengimpor kayu, silahkan ditanyakan sertifikasi legalitas kayu kepada supplier Bapak. Karena pemerintah ingin peredaran kayu di Indonesia memang berasal dari sumber yang sah. Informasi tersebut juga diperlukan pada saat uji tuntas sebelum mendapatkan Rekomendari Impor dan menerbitkan Deklarasi Impor. Terima kasih 🙂

      Suka

    • Salam kenal, Mas Dwi…

      SVLK masih berlaku sampai saat ini. Pos tarif yang wajib melampirkan dokumen V-legal sekarang 40 pos tarif. Peraturan terbaru adalah Permendag No. 89 Tahun 2015. Peraturan tersebut, bisa dibuka di halaman “peraturan” blog saya.

      Salam
      Neny

      Suka

  7. Selamat siang mbk Neny…. Terkait dengan SVLK apakah ada pelanggaran atau pidananya apabila untuk skala kecil pengerajin kayu lokal yang menjual hasil kayu olahan berupa mebel/kosen tanpa SVLK….

    Suka

  8. Assalamualaikum Wr.Wb.
    Salam hormat,Mbak Neny.Mohon maaf sebelumnya,kalau boleh apa Saya bisa dibantu diberi informasi tentang syarat dan ketentuan yg berlaku dalam mendirikan lembaga SVLK.
    Terima kasih.
    Aditya Tegar

    Suka

    • Waalaikum salam wr wb.

      Mungkin maksudnya, lembaga yang bisa memberikan/menerbitkan sertifikat legalitas kayu, ya? Biasanya kami di Kementerian LHK menyebutkan LVLK. Terus terang saya tahunya hanya badan usaha yang akan menjadi LVLK harus diakreditasi oleh KAN dan ditetapkan oleh Menteri LHK sebagai LVLK. Akreditasi oleh KAN berdasarkan pada kompetensinya dalam melakukan verifikasi legalitas kayu dengan menerapkan SNI ISO/IEC 17065:2012 dan peraturan menteri tentang SVLK, harus punya sistem manajemen mutu, punya auditor yang kompeten dan punya penerbit v legal. Ada baiknya, Bapak bertanya kepada KAN dan Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan, Dirjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari, Kementerian Lingkungan Hidup di Jakarta. Ini web Sistem Informasi Legalitas Kayu silk.dephut.go.id
      Ini bunyi Permen LHK No. 30 tahun 2016
      Pasal 11
      (1) LP&VI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 27 diakreditasi oleh KAN.
      (2) Untuk mendapatkan akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), LP&VI mengajukan permohonan kepada KAN sesuai ketentuan akreditasi.
      (3) Berdasarkan akreditasi KAN sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal atas nama Menteri menetapkan LP&VI.
      (4) Berdasarkan penetapan LP&VI sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direktur Jenderal atas nama Menteri menetapkan LVLK yang memenuhi persyaratan sebagai Penerbit Dokumen V Legal.
      (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan Penerbit Dokumen V Legal sebagaimana dimaksud pada ayat (4), diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.
      (6) Dalam hal terdapat indikasi bahwa LP&VI melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Direktur Jenderal atas nama Menteri mencabut penetapan setelah dilakukan pembuktian kebenarannya

      Suka

  9. Assalamualaikum Wr.Wb.
    Salam hormat Mba Neni….Kami perusahaan perkayuan memiliki sertifikasi SVLK yang masa berlakunya habis tanggal 16 Juni 2016. Produksi kami di RKT tahun 2015 itu ketika kami jual di bulan November 2016, Buyer kami menyatakan karena SVLK kami telah mati mereka tidak bisa menerima kayu tersebut, Kami sudah menyampaikan Surat dari Konsultan kami PT. Trusindo bahwa perusahaan kami dalam proses PHPL. Mohon Masukannya trima kasih

    Suka

    • Waalaikum salam wr wb. Mas Rusdi, kalau melihat Perdirjen PHPL No. 14 Tahun 2014 Lampiran 3.2 huruf G angka 2 tentang resertifikasi, seharusnya memang resertifikasi dilakukan 6 bulan sebelum masa berlaku sertifikat berakhir. Idealnya memang proses upgrade sertifikasi dari SVLK ke PHPL memperhitungkan masa berlaku sertifikat legalitas kayu. Pada PermenLHK Nomor 13 Tahun 2015, industri primer harus mendapatkan pasokan bahan baku dari supplier yang telah bersertifikat PHPL atau SLK. Industri primer pun akan dikenakan surveillance oleh LVLK pada tahun berjalan, sehingga akan riskan. Jika industri primer melakukan kegiatan ekspor, kayu dari tempat Mas Rusdi tidak bisa diterbitkan Dokumen V Legal-nya. Sehingga memang dari sisi industri primer, kayu dari tempat Mas Rusdi – istilah saya – terkena non tariff barier. Tapi ada baiknya Mas Rusdi konsultasi dengan Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan, Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari atau webnya silk.dephut.go.id. Maaf tidak membantu banyak.

      Salam
      Neny

      Suka

  10. Salam kenal mba Neny..

    Terima kasih informasinya membantu sekali.
    Mohon maaf saya sudah membaca sebagian komentar dan jawaban informatif tapi ada yang ingin saya tanyakan. Apakah SVLK ini hanya untuk pelaku industri atau penanam saja? Bagaimana bila ada lahan yang tidak terlalu luas seperti yang saya miliki (ingin bertanam pohon untuk investasi) apakah perlu mengurus izin juga?
    Mohon pencerahannya. Karena
    Belakangan banyak sekali berita tentang investasi pohon sengon, jati dengan iming2 keuntungan yang menggiurkan.

    Salam

    Suka

    • Sesuai dengan PermenLHK No. P.30/Menlhk/Setjen/PHPL.3/3/2016 pasal 6 ayat (1), sertifikat legalitas kayu (SLK) wajib dimiliki oleh IUPHHK-HKM, IUPHHK-HTR, IUPHHK-HD, IUPHHK-HTHR, IPK termasuk IPPKH, IUIPHHK termasuk IPKR, IUI, TDI, TPT, perusahaan pemasaran produk industri kehutanan yang memiliki TDP, IRT/pengrajin dan pemilik hutan hak. SLK adalah output dari SVLK. Jadi jika unit manajemen lulus SVLK, maka akan mendapatkan SLK.

      Pada pasal 7 ayat (1) disebutkan bahwa dalam hal belum memiliki SLK, DKP dapat diterbitkan oleh pemilik hutan hak, IRT/pengrajin dan seterusnya. DKP singkatan dari Deklarasi Kesesuain Pemasok yang merupakan pernyataan kesesuaian yang dilakukan oleh pemasok berdasarkan bukti pemenuhan atau persyaratan. Kemudian pada peraturan PUHH untuk hutan hak Permenlhk No. P.85/Menlhk/Setjen/Kum.1/11/2016 jo P.48/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2017 pasal 6 disebutkan bahwa Nota Angkutan dan Nota Angkutan Lanjutan berlaku sebagai DKP.

      Jadi untuk Ibu Eni, tidak perlu kuatir. Monggo lahannya ditanami pohon. Kewajiban SLK sudah bisa diatasi dengan Nota Angkutan yang juga berlaku sebagai DKP.

      Suka

  11. Mohon pencerahan nya.. sy ukm yg baru merintis produk kerajinan talenan dll berbahan dasar limbah kayu ulin berupa akar, tunggul dan sebitan.. yg mau saya tanyakan apakah usaha sy harus punya svlk untuk exspor, kalau iya gimana caranya dan apa apa saja syarat serta detail pengajuan nya. Serta ada tidak solusi untuk pengrajin kecil sperti sy untuk biaya yg terjangkau mengurus svlk.. makasih mohon pencerahan nya..

    Suka

    • Apakah Bapak sudah pernah ekspor? Jika iya, berapa kode HS-nya?

      Jika belum pernah ekspor, sila dilihat lampiran Permendag 12 tahun 2017. Apabila produk Bapak masuk dalam lampiran I kelompok A, maka wajib dilengkapi dengan dokumen VLK.

      Semestinya, talenan masuk HS 9403.40.00.

      untuk mendapatkannya, Bapak harus mengirim aplikasi ke Lembaga Verifikasi Legalitas Kayu. Siapa saja mereka silahkan masuk ke web : silk.dephut.go.id, masuk ke informasi, masuk ke Daftar LVLK.

      Pemegang IUPHHK-HTR/HKm/HD, IUIPHHK kapasitas sampai dengan 6.000 m3/tahun, TPT, IUI, TDI, IRT/Pengrajin, dan pemilik hutan hak dapat mengajukan VLK secara berkelompok.

      Suka

  12. sebelumya terimakasih atas informasinya,
    cuman selama ini yang masih mengganjal ialah adanya DKP.
    DKP diterbitkan secara self assesment, dan saya pikir pemantauannya kurang dan sejauh ini banyak juga disalahgunakan sebagai ‘pelegalan kayu’ atas dasar hanya menggunakan DKP. Verifier tentang DKP di P.14 pun saya rasa masih terlalu dangkal sehingga celah besar dengan adanya DKP ini masih belum tertutupi, walaupun sebenarnya DKP juga membantu para pemilik hutan rakyat untuk memasarkan kayunya tanpa perlu melalui SVLK.

    Suka

Tinggalkan komentar